www.izzuka.com

Kalbu GSM

          Masih ingat istilah GSM?

          Ini istilah dalam dunia gawai cerdas. Ya, mungkin kita masih ingat, itu jenis sinyal dalam ranah HP Android. Dari apapun singkatan GSM, bukan bahasan kita sekarang. 

           Memori lama muncul lagi, sewaktu berjalan kaki bersama seorang teman. Zaman HP pertama kali muncul di era mulai abad 21. Teman itu memelesetkan, "GSM itu singkatan dari Geser Sedikit Mati."

          Ya, memang zaman itu sinyal HP tidak sekencang sekarang. Untuk mencari sinyal yang bagus di dalam kota saja, masih harus mencari posisi dimana sinyal itu, "Wush, wush, wuuush!".

         Nah, apa hubungan GSM dengan kalbu kita?

         Kalbu kitapun jika bergeser dalam artian maknawi, bisa mati. Mati bagaimana? Mati sinyal atau hubungannya kepada Allah ta'ala.

         Untuk mudahnya kita ambil contoh suatu kasus. Namun sebelumnya kita nukil di sini kalimat-kalimat ulama kita Ibnu Qudamah Al-Maqdisi dalam kitab warisannya kepada kita Mukhtasar Minhajul Qashidin. Yang mana kitab ini ringkasan dari kitab Minhajul Qashidin yang digurat oleh ulama generasi sebelumnya Ibnul Jauzi, sebagai pelurusannya Ihya Ulumuddin nya al-Ghazali.

***

        Penulis - Ibnu Qudamah - berkata, bahwa 

        Ketahuilah, bahwasanya amarah jika tertahan karena

ketidakmampuan meluapkannya pada saat itu juga, akhirnya ia kembali ke batin (terpendam), maka terasa sesak batin tersebut dan 
akhirnya menjadi dendam.

        Tanda-tandanya adalah 

terus-menerus membenci seseorang, 
merasa berat padanya, dan 
menghindar (enggan - pent.) darinya. 
Dendam itu adalah buah kemarahan, sedangkan 
hasad adalah hasil dari dendam tersebut.

          Lalu, penulis pada penjelasan sebab-sebab hasad ada beberapa dan, di antara sebab-sebab hasad adalah permusuhan.

         Bahkan, sebab terkuat timbulnya hasad atau dengki adalah permusuhan dan kebencian

          Sesungguhnya orang yang diganggu manusia karena suatu sebab, dan keinginannya (tujuannya - pent.) diselisihi, kalbunya akan membencinya dan terbangun (tumbuh - pent.) pada dirinya dendam.

          Dendam mengharuskan ingin melampiaskannya dengan membalas dendam tersebut. Sehingga apapun yang menimpa musuhnya dari berbagai bala musibah, bukan main senangnya dia (berbahagia - pent.) oleh sebab yang demikian. Dia menyangka bahwa itu adalah balasan (hadiah - pent.) dari Allah ta’ala untuk musuhnya.

          Sebaliknya, apapun yang didapat musuhnya berupa nikmat, ia merasa tidak senang.

          Maka, hasad melazimkan kebencian dan permusuhan, dan tidak terpisah di antara keduanya.

***

          Sampai di sini kita berhenti dari kalimat-kalimat Ibnul Qudamah.

          Untuk mengetahui di dalam kehidupan nyata kita sehari-hari, kita coba menukil suatu kasus berikut.

          Contoh kasus,

          Misalkan kita berlomba berbuat kebaikan dengan si Fulan untuk mendapatkan pahala Allah ta'ala. Ini suatu kebaikan yang dianjurkan. Bagaikan dua orang budak berlomba bersaing untuk berbuat baik kepada tuannya, masing-masing mengharapkan pujian dari tuannya. 

         Berlomba berbuat kebaikan untuk mendapat pujian dan ridha Allah. Masya Allah.

         Lalu, suatu saat kita ada masalah dengan Fulan, akibat suatu muamalah kehidupan. Sehingga rengganglah hubungan kita dengan Fulan. Ada aroma permusuhan. Akhirnya yang tadinya berlomba kebaikan karena Allah, bergeser hati kita berbuat kebaikan karena dendam dan hasad kepada Fulan. Ada hasrat tambahan yang buruk, agar si Fulan hilang kebaikan dan kedudukannya di sisi Allah - na'udzu billahi min dzalik. Karena kalbu kita hari demi hari diliputi gelisah terpendam, sesak batin rasanya. Ingatan niat kepada Allah berkurang, bahkan boleh jadi lupa sama sekali. Sinyal kepada Allah mati sama sekali. 

          Berbuat kebaikan dengan niat karena bukan Allah, bahkan karena hati yang busuk yang semakin menguat, dan berjalannya waktupun semakin menguat ditambah gosokan-gosokan pasukan setan tentu bukan saja tidak diterima Allah, bahkan akan dicatat sebagai dosa, seperti halnya ujub, sangka buruk, sum'ah, riya. Akhirnya itu akan menghasilkan keburukan-keburukan lainnya. Waspadalah! Hati yang bersih menjadi modal kita di hari Kiamat.

          Geser Sedikit Mati. Konteks luar sangat bisa mempengaruhi hati kita.

         Lalu, bagaimana cara mengobatinya?

         Ibnu Qudamah di dalam kitab yang sama mengatakan, obat kalbu yang sakit itu ibarat obat sakit raga kita. Jika raga kita sakit karena "sindrom panas" maka obatnya adalah lawannya yaitu hal-hal atau obat yang sifatnya dingin.

        Begitu pula, ketika penyakit dendam dan hasad timbul, maka obatnya adalah lawannya. Misalkan:

Selalu mendoakan musuhnya, ketika ingat permasalahan tersebut, agar ia selalu diberi kebaikan oleh Allah.

Berdzikir pada Allah, ketika timbul dalam kalbu perasaan-perasaan buruk terhadap musuh.

Selalu berwajah cerah dan senyum kepada musuh tersebut, dan mengingat keutamaan orang bersifat karim. Tercelanya orang yang la'im, orang buruk. Dengan memaksa perilaku lawan dari perilaku permusuhan akan mempengaruhi kalbu untuk kembali bersih. Karena konteks luar berpengaruh pada kalbu kita. Perilaku kita berupa ucapan dan perbuatan sendiri termasuk konteks luar, walaupun itu menempel pada diri kita. Bukankah ketaatan, kebaikan itu menaikkan iman?

Memahami sifat-sifat Allah, bahwa nikmat Allah dibagikan sesuai kesempurnaan keadilan Allah, bukan menuruti perasaan kita.

✓ Apapun yang terjadi atas perbuatan Allah itu baik bagi kita, dan kita mesti melihat atau mencari sisi baiknya.

Berusaha memperbaiki diri, boleh jadi permasalahan timbul dari buruknya sifat kita.

Membiarkan hal-hal yang buruk tetapi tidak ada pada kita, kata ustadz Usamah Mahri, 
          "Jika ada yang salah pada kita dan benar, perbaiki diri. Jika tidak benar biarkan." Dalam artian tidak membalas dengan keburukan lagi. 
         "Jika tidak membalas keburukan orang lain terhadap kita, sudah membuat hati kita tenang, maka itu sudah sangat cukup keutamaan yang kita dapat sebagai orang yang berakal, " demikian pula  nasehat ustadz.

Jika kita mungkin melakukan ishlah atau memperbaiki hubungan dengan musuh, lakukan.

✓ Dan, usaha-usaha lain agar, kalbu kita tetap sejuk, putih bersih kembali seperti halnya kalbu anak kecil. Anak kecil jika berselisih, tidak lama kemudian akan kembali biasa-biasa lagi terhadap kita, dan ceria, tertawa kembali kepada kita.

           Namun, terkadang apa-apa yang kita lihat itu sangat mempengaruhi kalbu kita. Karena saraf sensorik mata hampir mengambil begitu besar dari saraf-saraf sensorik akibat anggota tubuh kita, yaitu 10 juta dari 11 juta saraf sensorik, menurut penelitian ahli saraf.

          Maka, untuk sementara waktu, kita bisa me  "reset" kalbu kita dari beban-beban dendam dan hasad tersebut, agar kembali ke "setelan pabrik", bisa dengan berusaha mengalihkan pandangan-pandangan mata ke benda-benda, karena orang-orang yang baru. Karena benda dan orang yang kita lihat itu mempunyai hubungan atau konteks pada jiwa kita.

         Sesekali pergilah, ke tempat baru, ke orang baru, agar kalbu kembali jernih, bersih dan bening.

        Sehingga GSM, bisa kita ubah dengan GBK, Geser Balik Kembali hidup Sinyal kembali kencang terhubung kepada Allah ta'ala. Iklash. 

        Semoga kita akan bisa membawa hati yang selamat di hari Kiamat. Aamiin.
Sederhana itu Lebih - Less is More. Desain bukanlah menambah-nambah biar berfungsi, tetapi desain adalah menyederhanakan agar berdaya guna.
Produk

Online Shop
Buku, Peranti belajar,
dan sebagainya



Misi


Fakta
Ciri Khas Artikel



F A Q (Frequently Asked Questions)
Pertanyaan yang sering diajukan

Silahkan chat dengan tim kami Admin akan membalas dalam beberapa menit
Bismillah, Ada yang bisa kami bantu? ...
Mulai chat...