www.izzuka.com

#05 Eksposisi VS Artikel

          Eksposisi dengan model kerangka tulisan yang telah kita ketahui sebelum ini, yaitu secara umum terdiri dari tesis, argumentasi dan kesimpulan merupakan bentuk yang logis dan teratur dari proses berpikir kita bila ingin menyampaikan Opini

         Akan tetapi bentuk Eksposisi seperti itu lambat laun akan selalu membuat “kening terlipat” para pembaca. Bikin pusing aja!

         Orang sekarang dengan segala permasalahan hidup mereka, mereka tak suka menambah masalah dalam pikiran mereka dengan segala macam opini yang mereka temui di media-media khususnya media tulisan. Orang sekarang lebih senang dihibur dengan cerita-cerita yang memberikan rasa nikmat dalam perasaan mereka. 

         Orang zaman now memang ternyata lebih suka membaca mengenai orang lain yang mempunyai nama dan alamat, mempunyai identitas jelas, bukan mengenai kebanyakan orang yang tanpa adanya kejelasan.

         Nah, kecenderungan orang-orang zaman now inilah yang kita bisa manfaatkan untuk memasukkan, merasukkan entah opini, pendapat atau pemikiran yang serius dalam bentuk yang enak dibaca, nikmat dan nyaman ditelaah di tengah-tengah banjir informasi dan kesibukan orang-orang sekarang yang serba cepat. 

          Cerita-cerita tentang pengalaman orang lain itu kita dapat manfaatkan sebagai Fakta-fakta atau bukti-bukti Argumentasi dalam mendukung opini kita. 

          Sehingga pemikiran kita mampu menelusup ke dalam benak-benak orang tanpa sadar. Semacam obat pahit yang dibalut balutan manis. Bagaikan bius atau racun yang merasuk ke dalam tubuh tanpa disadari oleh pemilik tubuh. Tanpa terasa orang berubah pola pikirnya setelah membaca tulisan kita. Terjadi penyegaran dalam memandang sesuatu permasalahan.

          Baik, tulisan semacam itu biasa kita sebut Artikel

          Dan, Artikel sebenarnya adalah mempunyai bentuk dasar Eksposisi. Artikel adalah Eksposisi dengan tampilan lain. Dengan wajah baru. 

          Lalu apa sih, perbedaan yang mendasar antara Artikel dan Eksposisi?

          Perbedaan yang paling mendasar adalah, bahwa; 

Eksposisi sangat bersandar pada realita, sedangkan Artikel bersandar pada fakta

         Seperti yang telah dipaparkan diatas Fakta itu adalah cerita atau kisah pengalaman orang lain sebagai bukti dalam Argumentasi untuk menopang Opini kita. 

          Lantas, apa perbedaan realita dan fakta?

          Realita itu adalah apa-apa yang terjadi pada umumnya, apa-apa yang lazim atau semestinya, apa-apa yang telah sama-sama diketahui orang pada umumnya.

         Lalu kalau fakta, itu apa?

         Coba bedakan tulisan di bawah ini, sehingga jelas perbedaan Realita dan Fakta.

(Kejadian nyata yang penulis alami di tahun 2003, ketika kondisi perkereta-apian kita masih carut-marut).

Realita
          Dahulu, kereta api kelas ekonomi banyak yang sudah "bodol", kebersihannya jangan ditanya. Di lantai kereta api banyak bertebaran segala macam sampah dan debu. Para penumpang selalu berdesakan. Ada pula banyak tukang copet di dalamnya, dan mereka tak perduli, lelaki, wanita, tua, muda jika lengah pasti dicopet. Meskipun ada penjaga keamanan berseragam tentara, sepertinya pencopetan tetap berlangsung dan telah menjadi kejadian biasa sehari-hari.

Fakta
         Ketika aku akan menaiki kereta api kelas ekonomi jurusan suatu kota propinsi - kota kabupaten pada waktu yang telah lama berselang, di pintu gerbong masuk aku berdesakan dengan penumpang-penumpang lain. Aku bersegera melepaskan diri dari berjubelnya penumpang di area pintu itu, agar segera mendapatkan tempat duduk. 

         Sesampainya di tempat duduk, aku duduk dan aku sungguh terkejut. Terasa tas pinggang kecilku menjadi ringan. Cepat aku raba tas pinggangku, ternyata resleting tas itu telah terbuka. Aku lebih terkejut lagi, ketika ternyata penghuni tas pinggang itu telah 'menguap' entah kemana. Padahal tas pinggang itu aku ikat di pinggangku, dan terletak di bagian depan, menempel di perutku.

         "Pasti ada copet, di pintu masuk gerbong tadi," pikirku sambil termanggu lemas. Ya sudah, aku pasrah. Uang, KTP, karcis kereta api dan lain-lain di dalam dompet itu juga. Entah barang-barang itu sekarang dimana. Tentu saja dalam genggaman pencopet tersebut. Allah Musta'an. 

          Aku segera melaporkan kejadian yang aku alami kepada bagian keamanan yang berseragam hijau tentara, yang baru saja lewat berpatroli dari gerbong ke gerbong. Bagaimana tidak, jika ada pemerikasaan karcis oleh petugas kereta api, dan karcis telah terbang kemana bersama dompetku. Apakah aku akan disuruh turun pada stasiun pemberhentian berikutnya? Gawat!

          Suasana di dalam kereta api, makin membuatku gundah gulana. Di lantai kereta api berserakan sampah. Udara dalam gerbong kelas ekonomi ini sangat panas karena penumpang penuh sesak. Tapi, masih mending, Alhamdulillah, aku dapat tempat duduk di dekat jendela.

          Ketika kereta api mulai berangkat, datanglah serombongan petugas kereta api memeriksa karcis para penumpang kereta api. Aku lihat tentara yang tadi aku lapori beserta mereka. Alhamdulillah, aku akan ada saksi.

          Giliran aku yang diperiksa, maka aku sampaikan kejadian yang aku alami kepada petugas pemeriksaan, sambil menunjuk tentara itu dan berkata, "Mas itu yang sudah saya lapori."

          "Ini mas dompetnya," kata tentara itu sambil menyerahkan dompet yang tidak asing lagi bagiku.

          "Lho, kok bisa ketemu mas?" tanyaku terheran-heran.

          "Biasa, kalau copet sudah 'nyopet' dompetnya dibuang ke WC"

          Biasa? Wah, aku tak habis pikir! Dahiku langsung terlipat.

          Artikel selalu berusaha lebih Faktual. Artikel tidak akan bercerita mengenai apa-apa yang terjadi pada umumnya, tapi apa yang terjadi pada orang-orang tertentu yang penulis ketahui.

          Caranya, 

dari orang banyak pada umumnya mengalami kejadian sama (realita), lalu penulis berusaha mencari kejadian nyata (fakta) yang terjadi pada dirinya atau satu, dua orang, dan pengalaman dirinya atau orang-orang ini dipakai bahan artikelnya. Bisa dipakai sebagai Tesisnya, atau Argumennya, atau bahkan sebagai Kesimpulannya.

          Perbedaan di atas, akan menghantar kita pada perbedaan kedua, yaitu bahwa; 
  • dalam eksposisi penulis sendirilah yang menguraikan, mengungkapkan serta membuktikan Tesisnya. Akan tetapi, di dalam Artikel penulis "menyuruh orang lain" menguraikan, mengungkapkan serta membuktikan Tesisnya.
          Dalam artikel, "menyuruh orang lain" ini adalah hampir suatu keharusan, karena inilah yang akan menjadikan artikel lebih masuk akal, lebih enak dibaca, dan penulisnya tidak terlihat sok pintar. Jadi penulisan artikel banyak menceritakan atau mengutip pengalaman pribadi-pribadi tertentu yang diketahuinya.

          Perbedaan lain adalah, 
  • Artikel tidak terikat pada kerangka tertentu layaknya Eksposisi. Kita bisa membuat Artikel berbentuk Narasi (cerita), bisa dengan Eksposisi, atau Deskripsi atau bahkan gabungan dari itu semua.
          Misal, 
    • bentuk Deskripsi menggambarkan sesuatu dengan kata-kata seperti Artikel Perjalanan seseorang untuk mengekspos suatu daerah pariwisata, 
    • bisa juga dalam bentuk Eksposisi seperti mengajarkan sesuatu (resep dan artikel tutorial)
    • atau bentuk yang lebih mutakhir yang sekarang disebut dengan New Journalism (Jurnalisme Baru) atau Jurnalisme Sastra, Non-Fiction Novel (Novel Non-Fiksi). 
    • Ada lagi, bentuk gabungan ingin menampilkan sisi menonjol suatu hal, atau daerah dinamakan Feature (dibaca: ficer), dan sebagainya.
          Masih ada satu lagi perbedaan, yaitu; 
  • membaca Eksposisi kita seperti diajari, digurui bahkan terkadang dihasut. Sedangkan membaca Artikel kita akan merasa dihibur, karena yang diceritakan adalah pengalaman-pengalaman nasib kesaksian sosok-sosok yang hidup.

Memasukkan Fakta dalam Eksposisi

          Berikut kita akan mencoba memasukkan alat-alat bantu Artikel dalam Eksposisi “Putuskan Saja!”. Perhatikan paragraf-paragraf yang dicetak miring adalah alat-alat bantu Artikel yang dimasukkan, Bisa berupa; 
  • Lead, 
  • Fakta-fakta, dan 
  • Sengatan di akhir. 
          Kita nukil salah satu paragraf saja.

Motivasi Hidup
          "Biar hidup makin berwarna," katanya. Motivasi hidup menjadi alasan sebagian yang memutuskan untuk berpacaran. Biasanya, motivasi ini menjadi alasan remaja yang sedang duduk di bangku pendidikan; dari formal hingga non-formal (baca: pondokan).

         Saat si dia meraih peringkat yang tinggi, semangat mengejar pun bertambah agar tidak kalah. Saat si dia terlihat semakin dewasa, pun berusaha dewasa agar bisa sama. Sampai pun terkait dengan ibadah; saat dia bisa berangkat umrah - contohnya -, timbullah keinginan untuk umrah juga.

          "Bang, kalau mau proses nikah ana, ana sama si Fulanah aja ya ...," ujar seorang mahasiswa yang aktif di seksi Rohani Islam suatu perguruan tinggi kepada ustadz pembinanya. 

          Dia dan si Fulanah, sama-sama giat dalam seksi Rohani Islam himpunan mahasiswa di suatu fakultas universitas. Lirak-lirik di suatu institusi dalam momen campur-baur kegiatan kampus, sangat mungkin terjadi. Walaupun tidak jelas-jelas pacaran secara fisik, sang mahasiswa dan mahasiswi telah melakukan pacaran dalam konotasi maknawi. Pacaran batin. 

         Hal seperti ini sering terjadi, ngetek, ngincer, atau membidik seorang teman wanita jauh-jauh hari, padahal masih belum tahu kapan menikah. Masalah ini, seperti disampaikan oleh ustadz pembina seksi Rohani Islam tersebut.

         Motivasi hidupnya pun digantungkan kepada faktor eksternal di luar dirinya. Semua tergantung si dia; semangat, kerja keras, rajin belajar, hingga pun beribadah.

          Kondisi demikian jelas berpengaruh kuat terhadap kebersihan niat dan arah perbuatan. Lebih fatal lagi jika sudah menyangkut urusan ibadah yang tidak boleh melewatkan keikhlasan. Bisa-bisa terjerumus dalam kesyirikan.

          Belum lagi jika terjadi hal-hal di luar perkiraan; putus atau si dia menerima lamaran orang lain. Motivasi pun turut hilang meninggalkan jiwa yang hampa dan hancur tak mampu berdiri lagi. Hidup pun berasa hambar dan tak ada semangat untuk melanjutkannya.

          Menghadapi kondisi seperti ini tak mudah bagi remaja yang belum stabil dalam berpikir dan mengelola emosi. Alhasil, tak sedikit yang mengakhiri semuanya dengan bunuh diri. "Lebih baik mati daripada hidup sengsara kehilangan cinta," katanya.


Contoh Tata Cara Menulis Dialog 

(Kejadian nyata di Bengkulu, dengan penyamaran nama-nama tokohnya).

          “Mal ...,” suara si penakut itu lagi.

          Aku terhenti untuk kesekian kalinya, “Ya?” memalingkan wajah ke adikku. Duh, kapan berangkatnya, tertahan-tahan terus.

           “Kawan-kawan la pulang galo ...,” mimik kekhawatiran jelas tercetak di raut wajahnya.

          Aku masih menunggu kalimat selanjutnya.

          “Mmm ... boleh dak ambo pulang samo-samo kau?” adikku melontarkan kalimat berikutnya. Ia buang pandangannya sepersekian detik, lalu melihatku lagi. Seakan ia merasa tidak seharusnya kalimat itu tercampak begitu saja meluncur dari mulutnya.

          “Kau khan biasa lewat kanan? Ambo lewat kiri ...,”aku mencari alasan.

          “Ambo jalan sendiri?” adikku seolah-olah bertanya pada dirinya sendiri.

          Duh, memang urusanku? “Iya, kenapo?” 

          “Ee ... kenapo ya? Sepilah ... takuut,” adikku memutar bola matanya, dari balik bening lensa kaca matanya, “ambo tuh tak pernah jalan sendiri, selalu jalan samo-samo kawan-kawan.”


          Contoh dialog yang diselipi perasaan yang bercakap-cakap. Dialog bisa kita putus sejenak, lalu kita sampaikan sikap-sikapnya sesuai suasana hatinya. Dan, memang tokoh tersebut agak terhenti bicara, ada perasaan ragu-ragu. 
  • Tokoh aku, bisa kita tulis isi hatinya
  • tetapi tokoh pendukung, hanya kita tulis tanda-tanda fisik yang menunjukkan perkiraan si Aku tentang isi hati adikku. Karena memang tokoh aku tak bisa melihat isi hatinya.
Dialog di atas sekaligus sebagai contoh tata cara penulisan dialog. Perhatikan dengan cermat tata cara penulisannya, bagaimana meletakkan; 
  • tanda petik (“), 
  • tanda koma (,), 
  • tanda titik (.), 
  • tanda seru (!), 
  • tanda tanya (?), 
  • kapan menggunakan huruf kapital, dan 
  • kapan memakai huruf kecil. 
          Semuanya terkait perletakan kalimat-kalimat kata hati dan perasaan si Aku yang disisipkan di antara perkataan-perkataan langsung.
Sederhana itu Lebih - Less is More. Desain bukanlah menambah-nambah biar berfungsi, tetapi desain adalah menyederhanakan agar berdaya guna.
Produk

Online Shop
Buku, Peranti belajar,
dan sebagainya



Misi


Fakta
Ciri Khas Artikel



F A Q (Frequently Asked Questions)
Pertanyaan yang sering diajukan

Silahkan chat dengan tim kami Admin akan membalas dalam beberapa menit
Bismillah, Ada yang bisa kami bantu? ...
Mulai chat...