www.izzuka.com

#06 Gaya Bahasa Kiasan

5.2. Gaya Bahasa Kiasan 

         Gaya bahasa kiasan ini pertama-tama dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan.
Membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, berarti mencoba menemukan ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua hal tersebut. 

          Perbandingan sebenarnya mengandung dua pengertian, yaitu; 
  • perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa yang polos atau langsung, dan 
  • perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa kiasan. 
         Kelompok pertama dalam contoh berikut termasuk gaya bahasa langsung dan kelompok kedua termasuk gaya bahasa kiasan:

         Gaya bahasa polos atau langsung;

Dia sama pintar dengan kakaknya.
Kerbau itu sama kuat dengan sapi.

         Gaya bahasa kiasan;

Matanya seperti bintang timur.
Wajahnya seperti bulan purnama.

         Perbedaan antara kedua perbandingan di atas adalah dalam hal kelasnya. 
  • Perbandingan biasa (yang pertama) mencakup dua anggota yang termasuk dalam kelas yang sama
  • sedangkan perbandingan kedua, sebagai bahasa kiasan, mencakup dua hal yang termasuk dalam kelas yang berlainan.
  Sebab itu, untuk menetapkan apakah suatu perbandingan itu merupakan bahasa kiasan atau tidak, hendaknya diperhatikan tiga hal berikut:

1. Tetapkanlah terlebih dahulu kelas kedua hal yang diperbandingkan.

2. Perhatikan tingkat kesamaan atau perbedaan antara kedua hal tersebut.

3. Perhatikan konteks di mana ciri-ciri kedua hal itu diketemukan. Jika tak ada kesamaan maka perbandingan itu adalah bahasa kiasan.

  Pada mulanya, bahasa kiasan berkembang dari analogi. Mula-mula, analogi dipakai dengan pengertian proporsi; sebab itu, analogi hanya menyatakan hubungan kuantitatif

         Misalnya; 

hubungan antara 3 dan 4 dinyatakan sebagai analog dengan 9 dan 12. Secara lebih umum dapat dikatakan bahwa hubungan antara x dan y sebagai analog dengan hubungan antara nx dan ny

Dalam memecahkan banyak persamaan, dapat disimpulkan bahwa nilai dari suatu kuantitas yang tidak diketahui dapat ditetapkan bila diberikan relasinya dengan sebuah kuantitas yang diketahui.

  Sejak dahulu, kata analogi dipergunakan baik dengan pengertian kuantitatif  maupun kualitatif
  • Dalam pengertian kuantitatif, analogi diartikan sebagai kemiripan atau relasi identitas antara dua pasangan istilah berdasarkan sejumlah besar ciri yang sama
  • Sedangkan dalam pengertian kualitatif, analogi menyatakan kemiripan hubungan sifat antara dua perangkat istilah. Dalam arti yang lebih luas ini, analogi lalu berkembang menjadi kiasan. Gagasan-gagasan sering dinyatakan dengan ungkapan-ungkapan yang populer melalui analogi kualitatif ini. Hal ini tampak jelas dari seringnya orang mempergunakan metafora, yang sebenarnya merupakan sebuah contoh dari analogi kualitatif.
  Penggunaan metaforis dari kata manis dalam frasa bacaan Al-Qur'an yang manis adalah; 

suatu ringkasan dari analogi yang berbunyi: bacaan Al-Qur'an ini merangsang telinga dengan cara yang sama menyenangkan seperti manisan merangsang alat perasa (lidah).

Ungkapan Ibu Pertiwi mengandung pula analogi yang berarti: hubungan antara Tanah Air dengan rakyatnya sama seperti hubungan seorang ibu dengan anak-anaknya

  Analogi kualitatif ini juga dipakai untuk menciptakan istilah baru dengan mempergunakan organ-organ manusia atau organ binatang

kaki meja, kepala pasukan, mata angin; sayap pesawat terbang, kapal terbang; kapal terbang analog dengan kapal laut, yaitu seperti kapal laut berlayar di laut, maka kapal terbang berlayar di udara. 

  Analogi juga dipakai dalam hubungan dengan tata bahasa, yaitu membuat istilah-istilah baru berdasarkan bentuk yang sudah ada

Berdasarkan bentuk tuna karya dibentuk tuna wisma, tuna susila, tuna netra, tuna rungu, dan sebagainya.

Seperti tampak dari contoh-contoh di atas (analogi organ biologis dan analogi konstruksi tata bahasa), kemiripan hubungan antara pasangan atau perangkat istilah diterima sebagai kesamaan antara istilah-istilah itu sendiri. 

         Sebab itu, makna istilah analog menjadi luas dan akhirnya mengandung arti kesamaan pada umumnya, kecuali yang termasuk dalam kelas yang sama.

  Perbandingan dengan analogi ini kemudian muncul dalam bermacam-macam gaya bahasa kiasan, seperti diuraikan di bawah ini.

5.2.1. Persamaan (perumpamaan) atau Simile (3

         Kata Simile berasal dari bahasa Latin yang bermakna "seperti". Simile adalah; 

perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama.

         Itulah sebabnya maka sering pula kata "perumpamaan" disamakan saja dengan "persamaan".

         Persamaan atau Simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan yang bersifat eksplisit ialah bahwa; 

ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu, ia memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, serupa, ibarat, bak, umpama, penaka dan sebagainya.

Kikirnya seperti kepiting batu.

Matanya seperti bintang timur.

          Kadang-kadang diperoleh persamaan tanpa menyebutkan objek pertama yang mau dibandingkan, seperti:

Seperti menating minyak penuh.

Bagai air di daun talas.

Bagai duri dalam daging.

Seperti air dengan minyak.

Ibarat mencencang air.

Ibarat mengejar bayangan.

Bak cacing kepanasan. 

Sebagai mencari kutu dalam ijuk.

Sebagai anjing dengan kucing.

Umpama memadu minyak dengan air.

Umpama mengadu timun dengan durian.

Laksana bulan kesiangan.

Laksana bulan purnama raya.

Penaka ombak merindukan pantai.

Penaka malam tiada berbintang.

Serupa perahu tiada berawak.

Serupa kuda sepak belalang.

Persamaan masih dapat dibedakan lagi atas persamaan tertutup dan persamaan terbuka
  • Persamaan tertutup adalah; persamaan yang mengandung perincian mengenai sifat persamaan itu, 
  • sedangkan persamaan terbuka adalah persamaan yang tidak mengandung perincian mengenai sifat persamaan itu; pembaca atau pendengar diharapkan akan mengisi sendiri sifat persamaannya. 
         Misalnya:

Tertutup: 
Saat menantikan pengumuman hasil ujian terasa tegang seperti mengikuti pertandingan bulu tangkis dalam set terakhir dengan kedudukan 14-14.

Terbuka: 
Saat menantikan pengumuman hasil ujian terasa seperti mengikuti pertandingan bulutangkis dalam set terakhir dengan kedudukan 14-14.

         Sebelum para pelajar dapat menggunakan perumpamaan secara tepat, dalam berbicara dan menulis, maka ada baiknya mereka dibimbing agar dapat mudah mengenalinya.

         Salah satu pendekatan yang baik adalah mempelajari perumpamaan yang telah klise (kuno), yaitu frasa-frasa terkenal yang mungkin pernah didengar, tetapi para pelajar belum dapat menghubungkannya dengan perumpamaan; antara lain:

Seperti abu di atas tunggul
Bagai membendarkan air ke bukit
Bagai minum air bercacing
Bagai air titik ke batu
Bak ajung berat sebelah
Bak alu pencungkil duri
Seperti anjing menggonggong bangkai
Seperti anjing berebut tulang
Bagai api dengan asap
Seperti anak ayam kehilangan induk

Seperti ayam gadis bertelur
Bagai memakai baju dipinjam
Bagai Belanda minta tanah
Seperti biduk dikayuh hilir
Bak birah dengan keladi
Bagi bumi dan langit
Seperti bunga kembang setaman
Laksana bunga dedap, sungguh merah berbau tidak
Laksana kera dapat bunga
Ibarat burung dalam sangkar, mata lepas badan terkurung

Bagai Cina karam
Bak Cina kehilangan dacin
Bagai anak dara sudah berlaki
Seperti delima merekah
Bagai bubur tak bergaram
Seperti harimau menyembunyikan kuku
Seperti menghasta kain sarung
Bagi ikan kena tuba
Seperti kutu dengan daging
Bagai mendapat gunung intan

Seperti katak dalam tempurung
Bagai kera diberi kaca
Seperti lampu kekurangan minyak
Bagai si lumpuh pergi merantau
Seperti mayang menolak selodang
Laksana pahat dengan pemukul
Seperti pipit makan jagung
Seperti telur di ujung tanduk
Laksana kunyit dengan kapur
Umpama kesturi karena bau hilang nyawa

         Latihan berikut ini bertujuan melatih para pelajar memahami serta menghayati penggunaan perbandingan sebagai sarana penjelas gagasan. Para pelajar disuruh mengisi titik-titk atau tempat kosong untuk menyempurnakan setiap perumpamaan.

Contoh: semanis madu, sepahit empedu, dan sebagainya.

1. seputih ... 2. setinggi ... 3. selincah ... 4. sebuas ... 5. securam ... 6. sekuat ... 7. serajin ... 8. seringan ... 9. secerdik ... 10. sedalam ...

11. ... belut 12. ... babi 13. ... bara 14. ... burung 15. ... burung garuda 16. ... bintang di langit 17. ... daun kelor 18. ... pohon pinang 19. ... hayat dikandung badan 20. ... madu

21. sepedih ... 22. sengilu ... 23. sepedas ... 24. secantik ... 25. sesegar ... 26. sesunyi ... 27. sekejam ... 28. seasin ... 29. sejauh ... 30. setajam ...

31. ... melati 32. ... buluh perindu 33. ... bulan bawang 34. ... danau toba 35. ... emas 36. ... kerupuk 37. ... saga 38. ... siang hari 39. ... Umar bin al-Khaththab 40. ...jeruk nipis

         Perlu diketahui bahwa adakalanya jawaban suatu latihan di atas lebih dari satu. Contoh:

sesegar udara pagi - sesegar udara pegunungan

seringan kapas - seringan asap

         Dengan upaya-upaya tersebut maka kita mengharapkan para pelajar tidak akan kaku lagi menghadapi bermacam gaya bahasa Perumpamaan ini serta memahami arahnya, seperti:

Cerdasnya seperti Ali bin Abi Thalib
Cepatnya seperti rudal Rusia
Gayanya seperti Fudhail bin Iyadh
Padatnya seperti Cina
Ramahnya seperti Nabi Ibrahim
Miskinnya seperti Ethiopia
Ramainya seperti Jakarta
Megahnya seperti Monas

Rakusnya seperti babi
Borosnya seperti air terjun
Kikirnya seperti kepiting batu
Pipinya seperti pauh dilayang
Jarinya seperti duri landak
Wajahnya seperti bulan kesiangan
Matanya seperti bintang timur
Alis matanya seperti semut beriring

         Dan yang lebih penting lagi ialah agar para pelajar dapat membentuk atau menciptakan perumpamaan-perumpamaan baru dalam kehidupan sehar-hari, baik lisan maupun secara tulisan. Misalnya dapat menyelesaikan tugas-tugas berikut:

1. Harumnya seperti ... 2. Nyaringnya seperti ... 3. Gersangnya seperti ... 4. Semangatnya seperti ... 5. Larisnya seperti ... 6. Bandelnya seperti ... 7. Nasibnya seperti ... 8. Penderitaannya seperti ... 9. Mentalnya seperti ... 10. Napasnya seperti ...

11. Tendangannya seperti ... 12. Pukulannya seperti ... 13. Tarikannya seperti ... 14. Daya tariknya seperti ... 15. Gerak-geriknya seperti ... 16. Pribadinya seperti ... 17. Kerlingannya seperti ... 18. Jalannya seperti ... 19. Larinya seperti ... 20. Penciumannya seperti ... 

21. Tubuhnya seperti ... 22. Giginya seperti ... 23. Gigitannya seperti ... 24. Sentuhannya seperti ... 25. Senggolannya seperti ... 26. Tangannya seperti ... 27. Ingatannya seperti ... 28. Kata-katanya seperti ... 29. Pandangannya seperti ... 30. Tatapannya seperti ...

5.2.2. Metafora

Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat: bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cindera mata, dan sebagainya.
Metafora sebagai perbandingan langsung tidak mempergunakan kata: seperti, bak, bagai, bagaikan, dan sebagainya, sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua. Proses terjadinya sebenarnya sama dengan simile tetapi secara berangsur-angsur keterangan mengenai persamaan dan pokok pertama dihilangkan, misalnya:
Pemuda adalah seperti bunga bangsa. > Pemuda adalah bunga bangsa > Pemuda >Bunga Bangsa
Orang itu seperti buaya darat. >Orang itu adalah buaya darat. >Orang itu >buaya darat
Metafora tidak selalu harus menduduki fungsi predikat, tetapi dapat juga menduduki fungsi lain seperti subyek, obyek, dan sebagainya. Dengan demikian, metafora dapat berdiri sendiri sebagai kata, lain halnya dengan simile. Konteks bagi sebuah simile sangat penting, karena akan membantu makna persamaan itu; sebaliknya, makna metafora justru dibatasi oleh sebuah konteks.
Bila dalam sebuah metafora, kita masih dapat menentukan makna dasar dari konotasinya sekarang, maka metafora itu masih hidup. Tetapi kalau kita tidak dapat menentukan konotasinya lagi, maka metafora itu sudah mati, sudah merupakan klise.
Perahu itu menggergaji ombak.
Mobilnya batuk-batuk sejak pagi tadi.
Pemuda-pemudi adalah bunga bangsa.
Kata-kata menggergaji, batuk-batuk, dan bunga bangsa masih hidup dengan arti aslinya. Sebab itu, penyimpangan makna seperti terdapat dalam kalimat-kalimat di atas merupakan metafora yang hidup. Namun proses penyimpangan semacam itu pada suatu saat dapat membawa pengaruh lebih lanjut dalam perubahan makna kata. Kebanyakan perubahan makna kata mula-mula terjadi karena metafora. Lama-kelamaan orang tidak memikirkan lagi tentang metafora itu, sehingga arti yang baru itu dianggap sebagai arti yang kedua atau ketiga kata tersebut: berlayar, berkembang, jembatan, dan sebagainya. Metafora semacam ini adalah metafora mati. Dengan matinya sebuah metafora, kita berada kembali di depan sebuah kata yang mempunyai denotasi baru. Metafora semacam ini dapat berbentuk sebuah kata kerja, kata sifat, kata benda, frasa atau klausa: menarik hati, memegang jabatan, mengembangkan, menduga, dan sebagainya. Sekarang tidak ada orang yang berpikir bahwa bentuk-bentuk itu tadinya adalah metafora.
5.2.3. Alegori, Parabel, dan Fabel
Bila sebuah metafora mengalami perluasan, maka ia dapat berwujud alegori, parabel, atau fabel. Ketiga bentuk perluasan ini biasanya mengandung ajaran-ajaran moral dan sering sukar dibedakan satu dengan yang lain.
Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Makna kiasan ini harus ditarik dari bawah permukaan ceritanya. Dalam alegori, nama-nama pelakunya adalah sifat-sifat yang abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersurat.
Parabel (parabola) adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh biasanya manusia, yang selalu mengandung tema moral. Istilah parabel dipakai untuk menyebut cerita-cerita fiktif yang bersifat alegoris, untuk menyampaikan suatu kebenaran moral atau kebenaran spiritual.
Fabel adalah suatu metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang, di mana binatang-binatang bahkan makhluk-makhluk yang tidak bernyawa bertindak seolah-olah sebagai manusia. Tujuan fabel seperti parabel ialah menyampaikan ajaran moral atau budi pekerti. Fabel menyampaikan suatu prinsip tingkah laku melalui analogi yang transparan dari tindak-tanduk binatang, tumbuhan-tumbuhan, atau makhluk yang tak bernyawa.

5.2.4. Personifikasi atau Prosopopoeia
Personifikasi atau propopoeia adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Personifikasi (penginsanan) merupakan suatu corak khusus dari metafora, yang mengiaskan benda-benda mati bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia.
Angin yang meraung di tengah malam yang gelap itu menambah lagi ketakutan kami.
Matahari baru saja kembali ke peraduannya, ketika kami tiba di sana.
Kulihat ada bulan di kotamu lalu turun di bawah pohon belimbing depan rumahmu barangkali ia menyeka mimpimu.
Seperti halnya dengan simila dan metafora, personifikasi mengandung unsur persamaan. Kalau metafora (sebagai istilah umum) membuat perbandingan dengan suatu hal yang lain, maka dalam penginsanan hal yang lain itu adalah benda-benda mati yang bertindak dan berbuat seperti manusia, atau perwatakan manusia. Pokok yang dibandingkan seolah-olah berwujud manusia, baik dalam tindak-tanduk, perasaan, dan perwatakan manusia lainnya.

5.2.5. Alusi
Alusi adalah semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. Biasanya, alusi ini adalah suatu referensi yang ekspilisit atau implisit kepada peristiwa-peristiwa, tokoh-tokoh, atau tempat dalam kehidupan nyata, mitologi, atau dalam karya-karya sastra yang terkenal. Misalnya dulu sering dikatakan bahwa Bandung adalah Paris Jawa. Demikian dapat dikatakan: Khalid bin Walid kecil itu turut memperjuangkan agamanya. Kedua contoh ini merupakan alusi.
Ada tiga hal yang harus diperhatikan untuk membentuk sebuah alusi yang baik, yaitu:
1.Harus ada keyakinan bahwa hal yang dijadikan alusi dikenal juga oleh pembaca;
2.Penulis harus yakin bahwa alusi itu membuat tulisannya menjadi lebih jelas;
3.Bila alusi itu menggunakan acuan yang sudah umum, maka usahakan untuk menghindari acuan semacam itu.
Bila hal-hal di atas tidak diperhatikan maka acuan itu akan dianggap plagiat atau akan kehilangan vitalitasnya.

5.2.6. Eponim
Adalah suatu gaya di mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Misalnya: Ali bin Abi Thalib dipakai untuk menyatakan kecerdasan; Khalid bin Walid untuk menyatakan kepahlawanan; Umar ibnul Khaththab untuk menyatakan keadilan.

5.2.7. Epitet 
Epitet (epiteta) adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau suatu barang. Misalnya:
Lonceng pagi untuk ayam jantan
Puteri malam untuk bulan
Raja rimba untuk singa, 
dan sebagainya.

5.2.8. Sinekdoke
Sinekdoke adalah suatu istilah yang diturunkan dari kata synekdechesthai yang berarti menerima bersama-sama. Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totum pro parte). Misalnya:
Setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp. 1.000,-
Dalam pertandingan sepak bola antara Indonesia melawan Malaysia di Stadion Utama Senayan, tuan rumah menderita kekalahan 3-4.

5.2.9. Metonimia
Kata metonimia diturunkan dari kata meta yang berarti menunjukkan perubahan dan onoma yang berarti nama. Dengan demikian, metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyalakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Hubungan itu dapat berupa penemu untuk hasil penemuan, pemilik untuk barang yang dimiliki, akibat untuk sebab, sebab untuk akibat, isi untuk menyatakan kulitnya, dan sebagainya.
Ia membeli sebuah toyota.
Saya minum satu gelas, ia dua gelas.
Ialah yang menyebabkan air mata yang gugur.
Pena lebih berbahaya dari pedang.
Ia telah memeras keringat habis-habisan.

5.2.10. Antonomasia
Antonomasia juga merupakan sebuah bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud penggunaan sebuah epiteta untuk menggantikan nama diri, atau gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri. Misalnya:
Yang Mulia tidak dapat menghadiri pertemuan ini.
Pangeran yang meresmikan pembukaan seminar itu.

5.2.11. Hipalase
Hipalase adalah semacam gaya bahasa di mana sebuah kata tertentu dipergunakan untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain. Atau secara singkat dapat dikatakan bahwa hipalase adalah suatu kebalikan dari suatu relasi alamiah antara dua komponen gagasan. Misalnya:
Ia berbaring di atas sebuah bantal yang gelisah. (yang gelisah adalah manusianya, bukan bantalnya)
Ia masih menuntut  mahar dari Ahmad puteranya. (maksudnya: Ia masih menuntut mahar dari Ahmad ...)

5.2.12. Ironi, Sinisme, dan Sarkasme
Ironi diturunkan dari kata eironeia yang berarti penipuan atau pura-pura. Sebagai bahasa kiasan, ironi atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Ironi merupakan suatu upaya literer (berhubungan dengan tradisi tulis-menulis) yang efektif karena ia menyampaikan impresi (kesan) yang mengandung pengekangan yang besar. Entah dengan sengaja atau tidak, rangkaian kata-kata yang dipergunakan itu mengingkari maksud yang sebenarnya. Sebab itu, ironi akan berhasil kalau pendengar juga sadar akan maksud yang disembunyikan di balik rangkaian kata-katanya. Misalnya:
Tidak diragukan lagi bahwa Andalah orangnya, sehingga semua kebijaksanaan terdahulu harus dibatalkan seluruhnya!
Saya tahu Anda adalah seorang gadis yang paling cantik di dunia ini yang perlu mendapat tempat terhormat!
Kadang-kadang dipergunakan juga istilah lain, yaitu sinisme yang diartikan sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Sinisme diturunkan dari nama suatu aliran pemahaman yang mula-mula mengajarkan bahwa kebajikan adalah satu-satunya kebaikan, serta hakikatnya terletak dalam pengendalian diri dan kebebasan. Tetapi kemudian mereka menjadi kritikus yang keras atas kebiasaan-kebiasaan sosial dan pemahaman-pemahaman lainnya. Walaupun sinisme dianggap lebih keras dari ironi, namun kadang-kadang masih sukar diadakan perbedaan antara keduanya. Bila contoh mengenai ironi di atas diubah, maka akan dijumpai gaya yang lebih bersifat sinis. 
Tidak diragukan lagi bahwa Andalah orangnya, sehingga semua kebijaksanaan akan lenyap bersamamu!
Memang Anda adalah seorang gadis yang tercantik di seantero jagad ini yang mampu menghancurkan seluruh isi jagad ini.
Dengan kata lain, sinisme adalah ironi yang lebih kasar sifatnya.
Sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Ia adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Sarkasme dapat saja bersifat ironis, dapat juga tidak, tetapi yang jelas adalah bahwa gaya ini selalu akan menyakiti hati dan kurang enak didengar. Kata sarkasme diturunkan dari kata sarkasmos, yang lebih jauh diturunkan dari kata kerja sakasein yang berarti ”merobek-robek daging seperti anjing”, “menggigit bibir karena marah”, atau “berbicara dengan kepahitan”.
  Mulut kau harimau kau.
  Lihat sang Raksasa itu. (maksudnya si Cebol).
  Kelakuanmu memuakkan saya.

5.2.13. Satire
Ironi sering kali tidak harus ditafsirkan dari sebuah kalimat atau acuan, tetapi harus diturunkan dari suatu uraian yang panjang. Dalam hal terakhir ini, pembaca yang tidak kritis atau yang sederhana pengetahuannya, bisa sampai kepada kesimpulan yang diametral (terbagi/terbelah dua dan saling bertentangan/berhadapan) bertentangan dengan apa yang dimaksudkan penulis, atau berbeda dengan apa yang dapat ditangkap oleh pembaca kritis. Untuk memahami apakah bacaan bersifat ironis atau tidak, pembaca atau pendengar harus mencoba meresapi implikasi-implikasi (keterlibatan) yang tersirat dalam baris-baris atau nada-nada suara, bukan hanya pada pernyataan yang eksplisit itu. Pembaca harus berhati-hati menelusuri batas antara perasaan dan kegamblangan arti harfiahnya.
Uraian yang harus ditafsirkan lain dari makna permukaannya disebut satire. Kata satire diturunkan dari kata satura yang berarti talam yang penuh berisi macam-macam buah-buahan. Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Bentuk ini tidak perlu harus bersifat ironis. Satire mengandung kritik tentang kelemahan manausia. Tujuan utamanya adalah agar diadakan perbaikan secara etis maupun estetis. Coba perhatikan contoh berikut:
Saya punya saran untuk pak Kepala perihal cara memecahkan masalah internal lembaga, bagaimana kalau lembaga pak Kepala ini dibubarkan saja?
Gunung bungkusan plastik hitam di sungai itu adalah mahakarya seni kontemporer yang mahal karya anak bangsa.
Netizen itu reporter yang andal, peristiwa yang sebenarnya tidak pernah terjadi saja dapat menjadi berita.
Tidak sekalian dibungkus saja sisa makanan yang lainnya? Jangan khawatir anak yatim di yayasan ini sudah terbiasa untuk menahan lapar.
Nyaman sekali makan di sini, sampai tikus dan kecoa saja ikut bergabung dengan kita.
5.2.14. Inuendo
Inuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Ia menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung, dan sering tampaknya tidak menyakitkan hati kalau dilihat sambil lalu. Misalnya:
Setiap kali ada pesta, pasti ia akan sedikit mabuk karena terlalu kebanyakan minum.
Ia menjadi kaya raya karena sedikit mengadakan komersialisasi jabatannya.
5.2.15. Antifrasis
Antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, dan sebagainya.
  Lihatlah sang Raksasa telah tiba (maksudnya si Cebol).
  Engkau memang orang yang mulia dan terhormat! (maksudnya orang yang jahat).
Antifrasis akan diketahui dengan jelas, bila pembaca atau pendengar mengetahui atau dihadapkan pada kenyataan bahwa yang dikatakan itu adalah sebaliknya. Bila diketahui bahwa yang datang adalah seorang yang cebol, bahwa yang dihadapi adalah seorang penjahat, maka kedua contoh itu jelas disebut antifrasis. Kalau tidak diketahui secara pasti, maka ia disebut saja sebagai ironi.
5.16. Pun atau Paronomasia
Pun atau paronomasi adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi. Ia merupakan permainan kata yang didasarkan pada kemiripan bunyi, tetapi terdapat perbedaan besar dalam maknanya.
Tanggal dua gigi saya tanggal dua.
“Engkau orang kaya!” “Ya, kaya monyet!”

6. Penutup
Dengan membedakan empat dasar bagi uraian mengenai gaya bahasa, tidaklah berarti bahwa tiap bidang itu terlepas satu dari yang lain. Perbedaannya hanya terletak dalam sudut tinjauannya. 
Sebuah gaya eufemismus misalnya bila dilihat dari segi pilihan kata dapat dimasukkan dalam gaya resmi, gaya percakapan, atau gaya tak resmi; jika dilihat dari struktur kalimat mungkin termasuk gaya klimaks, antiklimaks, paralelisme; sedangkan dilihat dari segi nada dapat digolongkan dalam gaya mulia, menengah, atau sederhana.
***
Tugas Latihan
Dalam Gaya Bahasa berdasarkan Langsung Tidaknya Makna pada jenis Gaya Bahasa Kiasan ada 20 Gaya Bahasa di antaranya: 
Persamaan atau Simile, Metafora, Alegori,
  Parabel Fabel, Personifikasi atau Prosopopoeia, Alusi, Eponim, Epitet, Sinekdoke,
  Metonimia, Antonomasia, Hipalase, Ironi, 
Sinisme, Sarkasme, Satire, Inuendo,
  Antifrasis, dan Pun atau Paronomasia.
Buatlah suatu kalimat untuk gaya bahasa tersebut! Pilihlah dari semuanya hanya 10 Gaya Bahasa yang mungkin saja! Lihatlah contoh-contohnya pada materi di atas, lalu buat yang semisalnya untuk mempermudah kalian membuatnya.
Sederhana itu Lebih - Less is More. Desain bukanlah menambah-nambah biar berfungsi, tetapi desain adalah menyederhanakan agar berdaya guna.
Produk

Online Shop
Buku, Peranti belajar,
dan sebagainya



Misi


Fakta
Ciri Khas Artikel



F A Q (Frequently Asked Questions)
Pertanyaan yang sering diajukan

Silahkan chat dengan tim kami Admin akan membalas dalam beberapa menit
Bismillah, Ada yang bisa kami bantu? ...
Mulai chat...