www.izzuka.com

Pintu

          Suatu hari, aku dikejutkan dengan suatu pesan dari aplikasi gawai cerdas dari seorang teman, kurang lebih, "Dapat pesan japrian dari seorang ustadz, gini pesannya, 'Mau nulis apa kalau tak punya ilmu? Bagaimana jawabnya akh?'"

          Degz! Jantung seperti kena jab kepalan tangan seorang petinju kelas berat.

          Akupun menjawab, apa yang aku rasakan selama ini, "Iya betul, hanya saja kita memanfaatkan keinginan atau hasrat menulis kita terlebih dahulu," aku berhenti sejenak, "lalu dengan mencoba menulis, akhirnya kita akan sadar betapa butuhnya kita atas ilmu."

          Lalu, aku lanjut, "Sehingga itu memicu kita untuk mencari-cari referensi untuk yang kita tulis. Otomatis bertambah pula ilmu kita. Tentu saja, kita tak akan menulis sesuatu yang tak ada dasarnya."

          Dialog tersebut, membuat aku resah, dan lebih resah lagi teman yang mengirim pesan singkat tersebut. Akhirnya tercetuslah suatu komunitas belajar dengan menuliskannya "Salafy Asyik Belajar." 

          Iya, ya mengapa tidak dari dulu dibuat komunitasnya. Padahal, aku juga sudah merasa dari dulu kebutuhan ilmu itu sangat mendesak, melebihi kebutuhan makan dan minum. 

          Hanya saja untuk memulainya kegiatan belajar seperti murajaah terasa berat. Berapa banyak yang mesti dipelajari? Banyak sekali! Seluruh pelajaran dalam kajian yang di dapat adalah amanah yang mesti dimurajaah, agar selalu ada di kalbu dan terealisasi dalam amalan.

         Namun, jika kita renungkan dari kejadian tersebut, ternyata mengandung pelajaran hidup yang sangat berharga.

          Yaitu, bahwa manusia itu terkadang mempunyai permasalahan dalam hidupnya. Lalu dengan pengalaman hidupnya dan ilmu yang selama didapat, nalurinya mengatakan, "Aku tahu betul, penyelesaian masalah ini di perilaku A - misalkan -, tetapi kok berat ya? Baiklah aku akan melakukan perilaku B saja, lebih ringan."

          Coba, ingat-ingat kembali. Seringnya begitu khan?

          Namun, tenang saja. Jangan salahkan diri kita dulu. Manusia memang begitulah karakternya. Ia lebih suka melakukan hal yang lebih mudah, daripada yang lebih sulit. Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam pun bersabda kurang lebih, bahwa beliau jika diberi dua pilihan perilaku, yang satu lebih mudah dari yang lain, maka beliau akan memilih yang lebih mudah.

          Kegiatan menulis apa saja yang ada pada ide dan gagasan di pikiran, tentu lebih mudah bagi yang suka "curhat", suka menyampaikan ide-ide baru dalam menghadapi solusi-solusi kehidupan. Apalagi bagi yang suka bercerita, tentu menulis kisah lebih nikmat daripada mesti tekun belajar.

         Namun, setelah kita menulis banyak tulisan, mulai terasa butuhnya akan ilmu. Kita butuh "material" atau "bahan mentah" yang baik kualitasnya, yang kita bisa pakai untuk olah pikir, sebagai bahan tulisan yang benar. Bahkan ternyata tidak sampai disitu, itu semua akan berakibat perbaikan kalbu, perbaikan ilmu dan amal perbuatan kita.

         Jadi, kesimpulannya, memang terkadang kita merasa suatu solusi permasalahan yang benar adalah perilaku yang berat dan sulit dilakukan. Apalagi dalam keadaan motivasi rendah, iman sedang-sedang saja. Maka, jangan menghindar dari yang demikian, tetap kita lakukan dari pintu yang lebih mudah. Inilah yang merupakan manipulasi atau meretas kemampuan, agar perbuatan solusi tersebut tereksekusi.

          Boleh jadi suatu tindakan atau perilaku kebiasaan itu sulit dan berat, tetapi untuk masuk  memulainya, bisa melalui pintu yang mudah dahulu.

          Jika kita mulai saja hal yang berat dan sulit, niscaya tak akan terlaksana, karena mungkin motivasi kita masih lemah. Ini semisal, kita belum lancar menulis, tetapi sudah ingin menulis tulisan yang sama dengan hasil tulisan penulis kawakan. Tak akan terjadi tindakan tersebut, jika tak dimulai dari latihan-latihan menyalin sedikit-demi sedikit.

           Jadi, ternyata solusi dari 2 jenis orang tersebut hanya satu:

1. Orang yang hasrat kuat dalam menulis, pada akhirnya ia butuh referensi. Referensi ya ilmu yang ada di kajian-kajian dan kitab-kitab para ulama. Maka, iapun mesti belajar.

2. Orang yang belum bisa menulis, atau masih malu dan belum berani menulis, ia bisa mengambil pelajaran dari orang pertama tersebut, "Oh ternyata tetap ilmu urusannya". Jika demikian, berarti lebih efisien dan efektif memulai dengan menuliskan ilmu.

          Belajar Ilmu Syar'i dengan Menuliskannya, dan Menulis untuk Belajar akan banyak manfaat yang kita dapat:

✓ Ilmu semakin lekat di kalbu, karena menulis itu sejatinya membaca dua kali.

✓ Kalbu semakin selalu ada perbaikan.

✓ Otomatis amal perbuatanpun semakin benar.

✓ Dengan sosok semakin baik dan benar karena hal-hal di atas tersebut akan menimbulkan gelombang keluar dari diri kita menuju di sekeliling kita, keluarga, komunitas online dan offline ikut baik.

✓ Gelombang itu akan berbalik kepada diri kita menjadi konteks lingkungan yang semakin membentuk diri kita semakin baik. Kata orang Betawi, "Kita dapat tektok balik". Maka perubahan bukan hanya berjalan semakin bertambah, tetapi semakin berlipat, berkuadrat.

✓ Hasil tulisan kita di gadget, bisa disebar, dibaca puluhan, ratusan bahkan jutaan kaum muslimin, tentu ini pahala bagi kita yang mungkin kita bingung menghitungnya.

✓ Tulisan kitapun tak diragukan kebenarannya, karena kita hanya menyalin dari sumber ahlinya.

✓ Jejak tulisan kita, tetap ada walaupun kita telah mati. Tentu pahala tetap tersetorkan.

✓ Setelah itu, baru kita akan dapat secara otomatis keterampilan menulis, sekaligus bahan mentah yang benar yakni ilmu syar'i. Jika begini apalagi yang diragukan dari ide dan gagasan kita sendiri?

Wuih! Apalagi? Duh sepertinya masih banyak ya ...

          Hanya saja kembali kepada hasrat dan keinginan kita. Kita bisa mulai dari pintu yang mudah dahulu, pintu yang kita inginkan. Jika ada ruangan yang, kita ingin masuk ke ruang tersebut ada 2 pintu. Yang satu pintu sempit sekali, yang lain pintunya lebar dan nyaman, tentulah kita memilih pintu yang lebar dan nyaman untuk memasukinya.

        Yang penting masuk dulu!

        Urusan sulit, berat jangan sampai hadir di pikiran. Karena setelah masuk ternyata yang sulit, itu tak sesulit kita pikirkan sebelumnya. Karena kita telah diciptakan sebaik-baik ciptaan. Kita akan diberikan keterampilan oleh-Nya ketika mulai terbiasa. Buktikan!

          Bantulah diri kita untuk melakukan apa yang kita INGINKAN, lebih dahulu sebelum masuk kepada apa yang HARUS kita lakukan.

          Begitu pula untuk orang lain, teman, keluarga, komunitas. Bantu!
          
***

WhatsAb Sabar
WhatsApp Salafy Asyik Belajar Saban Hari

Sederhana itu Lebih - Less is More. Desain bukanlah menambah-nambah biar berfungsi, tetapi desain adalah menyederhanakan agar berdaya guna.
Produk

Online Shop
Buku, Peranti belajar,
dan sebagainya



Misi


Fakta
Ciri Khas Artikel



F A Q (Frequently Asked Questions)
Pertanyaan yang sering diajukan

Silahkan chat dengan tim kami Admin akan membalas dalam beberapa menit
Bismillah, Ada yang bisa kami bantu? ...
Mulai chat...