www.izzuka.com

#12 Struktur Kisah Nyata, Komponen Perbuatan dan Kausalitas Rangkaian Perbuatan dalam Kisah Nyata

Sistematis Struktur Kisah Nyata

          Ciri utama dari sebuah kisah adalah aksi atau tindak-tanduk. Tanpa rangkaian tindak-tanduk, maka kisah itu akan berubah menjadi suatu Deskripsi (penggambaran) yang bersifat statis.

          Rangkaian perbuatan atau tindakan antara tokoh-tokoh di dalam Kisah menjadi landasan utama untuk terciptanya sifat dinamis pada kisah. 
  • Rangkaian perbuatan atau tindakan itu membuat kisah tersebut hidup. 
  • Dan, menghasilkan kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang berkesinambungan satu sama lain. 
  • Suatu perbuatan seorang tokoh menjadi Pemicu atau sebab perbuatan tokoh lainnya, begitu seterusnya. 
  • Yang akhirnya menjadi suatu Kausalitas (sebab-akibat) Rangkaian Perbuatan
  • Itulah dia kisah itu.
          Istilah Kejadian sama dengan istilah Peristiwa, sedangkan istilah Tindakan sama dengan Perbuatan. Maka dari itu, untuk kemudahan dan keringkasan kalimat, kita akan memakai istilah Peristiwa dan Perbuatan. 


          Dan Perbuatan seorang Tokoh dalam kisah merupakan bagian dari suatu Peristiwa. Jadi suatu momen atau fragmen Peristiwa terjadi terdiri dari Perbuatan-perbuatan Tokoh-tokohnya.

          Maka, jika kita susun secara sitematis struktur dalam suatu Kisah Nyata adalah begini;

✓ Perbuatan-perbuatan Tokoh-tokoh menghasilkan atau terletak di dalam suatu Peristiwa. Dan, terkadang beraroma konflik-konflik kecil.

Peristiwa tersebut berlanjut terus menuju Peristiwa-peristiwa yang lain seiring berjalannya waktu menuju Peristiwa Klimaks yang merupakan puncak Klimaks akibat konflik-konflik kecil pada Rangkaian Peristiwa-peristiwa tersebut dalam Kisah Nyata.

✓ Lalu, berakhir pada Peristiwa Resolusi yang merupakan penyelesaian dari puncak Klimaks yang merupakan Konflik Utama di dalam Kisah Nyata.

          Itulah komponen-komponen Kisah Nyata. Jadi, Kisah Nyata; 
  • terdiri Rangkaian Peristiwa-peristiwa
  • lalu di dalam Peristiwa ada Perbuatan-perbuatan para Tokoh, 
  • yang terkadang ada Konflik di dalam Peristiwa itu.
          Kemudian Kisah Kehidupan tidaklah hanya satu, karena Riwayat Kehidupan seseorang yang begitu panjang dalam suatu perjalanan hidup tentu terdiri dari banyak Kisah Nyata. Kesemua Rangkaian Kisah-kisah Nyata itu akan berkelidan menjadi sambung-menyambung dalam suatu Cerita Riwayat Hidup.

Perbuatan

           Sekarangkita akan merinci suatu komponen paling kecil dalam suatu Kisah, yaitu Perbuatan lebih dahulu.

          Suatu Perbuatan mampu tereksekusi dipengaruhi 3 variabel yang saling menyeimbangkan, yaitu:
  • Suatu tenaga atau kekuatan yang berada di dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu perbuatan. Untuk sementara kita sebut saja, 
    • Motivasi 
    • dan Karakter 
yang letaknya di dalam Kalbu atau Hati dan Pikiran
  • Kemampuan, yaitu kemampuan fisik tubuh dan hal-hal yang mendukung.
  • Pemicu, yakni yang memantik suatu perbuatan.
          Variabel yang tiga tersebut saling berhubungan, bekerjasama menggerakkan setiap perbuatan.

          Untuk variabel Motivasi dan Karakter akan kita bahas tersendiri, karena mungkin cukup panjang pembahasannya.

          Adapun untuk variabel Kemampuan dan Pemicu, kita bisa bahas sekarang. 

Kemampuan Perbuatan

         Kemampuan adalah; 

Kapasitas atau kemampuan fisik tubuh sang tokoh dan hal-hal lain yang mendukung atau melemahkan untuk melakukan suatu perbuatan. 

          Dan, di dalam berkisah dapat diungkapkan dalam bentuk Komponen-komponen perbuatan.

Komponen-komponen perbuatan

         Tindak-tanduk atau perbuatan sebagai suatu unsur dalam alur (di samping Karakter, Latar dan Sudut Pandangan) juga merupakan;
  • sesuatu yang berbentuk struktur
  • Struktur perbuatan dapat ditinjau dari Komponen-komponen perbuatan itu sendiri, 
  • tetapi dapat pula dilihat dari kaitannya dengan faktor-faktor lain.
          Pertama, Struktur Perbuatan dapat dianalisa atas Komponen-komponen yang lebih kecil yang bersama-sama menciptakan perbuatan itu. 

         Bila dalam kisah diceritakan mengenai seseorang yang sanggup marah yang dilakukan seorang guru bahasa Inggris, Ibu D kepada para muridnya dalam Kisah Nyata Inspiratif “Hanyut”, maka; 
  • Kemampuan Perbuatan marah tersebut dapat dikisahkan dalam sejumlah komponen
  • dan tak tertulis satu pun kata “marah”
          Narator "Aku" akan menceritakan:

… Lebih celaka lagi, tak sampai disitu, ketika mata Ibu D mulai melotot, bola matanya seperti akan keluar, mengeras wajahnya, dan urat-urat lehernya terlihat saling tarik-menarik, teman-temanku sekelas tetap kompak senasib sepenanggungan mengikuti kalimat-kalimat yang keluar dari lisan Ibu D. 

            Begitu selesai di ujung kalimat terakhir pada puncak suhu seratus derajat Celcius darah Ibu D, Ibu D tak menunggu lama lagi, gak pake lama, langsung serta-merta angkat kaki dari ruangan kelas. Meluncur, kembali menuju ke ruang guru. Mendarat di singgasananya di sana. Cemberut. Ngambek.
            
          Semua unsur yang diungkapkan itu bersama-sama menciptakan pengertian “marah”. Unsur-unsur itulah komponen-komponen yang membentuk struktur suatu perbuatan.

          Satu contoh lagi, yang telah pernah disampaikan dalam contoh cara bercerita "show don't tell", (perlihatkan, jangan ceritakan) diposting kembali di sini. Dan, memang ini adalah hal yang sama dengan cara bercerita tersebut. 

Yaitu, deskripsi kemampuan menangisnya anak kecil yatim piatu yang merasa sepi tanpa ayah ibu ketika malam Iedul Fithri, dari salah seorang penulis:

Satu bulir air akhirnya merekah, menggelayut di pelupuk mata Rinai. Pelan kristal air itu bergulir menggelinding. Membentuk parit di pipi. Membentuk gurat kemilau di lesung. Tetes air itu terdiam sejenak di dagu. Menumpuk. Membesar. Kemudian dalam gerakan lambat yang pilu, terlepaskan. P-e-r-l-a-h-a-n.
            
          Dalam penjelasan di atas, tampak bahwa perbuatan itu memiliki struktur. Dalam kisah, tiap perbuatan harus; 
  • diungkapkan secara terperinci dalam komponen-komponennya
  • sehingga pembaca merasakan seolah-olah mereka sendirilah yang menyaksikan semua itu. 
  • Mereka tidak membaca kata-kata umum untuk penyampaian suatu perbuatan, tetapi mereka menyerap dan meresapi perbuatan itu melalui perincian-perincian perbuatan itu. 
  • Imajinasi pembaca terstimulasi (tersulut) dengan penggambaran komponen-komponen perbuatan secara rinci dari penulis.

Pemicu Perbuatan

          Pemicu perbuatan adalah; 

Isyarat untuk melakukan perbuatan tersebut.

          Seseorang tersulut dengan ratusan Pemicu saban hari, tetapi sebagian besar itu nyaris terlepas dari perhatiannya, tanpa sadar. Karena, setelah tersulut ia berbuat, dan perbuatan itulah yang lebih terkesan pada dirinya, daripada Pemicunya.

          Poin pentingnya: "Tak ada perbuatan yang terjadi tanpa Pemicu."

          Kehidupan ini, dipenuhi begitu banyak Pemicu yang:

          ✓ tidak diinginkan, dan
          ✓ banyak yang memang diinginkan.

          Kita akan coba melihat, jenis Pemicu apa saja yang ada dalam kehidupan dan bagaimana cara kerjanya. 

          Ada tiga tipe Pemicu:

✓ Pemicu Orang, bisa dari dalam diri sendiri atau dari orang lain.

✓ Pemicu Konteks, di luar diri sendiri dan dari luar orang lain.

✓ Pemicu Tindakan, dari perbuatan rutin yang telah ada, atau dari perbuatan orang lain.

Pemicu Orang

          Adalah, 

pemicu yang bergantung pada sesuatu dalam diri seseorang untuk melakukan perbuatan. 

          Dan, ini yang paling alami yang dimiliki seseorang. Tubuhnya mengingatkannya untuk melakukan perbuatan seperti makan dan minum. Ingin buang air kecil, perut keroncongan, itulah pemicu tubuh pada diri orang.

          Begitu pula dari orang lain. Orang lain bisa mengingatkan kita untuk melakukan sesuatu perbuatan.

          Maka, tidak jarang suatu perbuatan di dalam suatu Kisah Nyata timbul karena ingatan seseorang atau diingatkan orang lain. Sehingga ia akan menjadi Rangkaian Perbuatan disebabkan ingatan orang.

Pemicu Konteks

          Pemicu ini, adalah 

apapun di sekitar lingkungan seseorang yang memberi isyarat padanya untuk melakukan perbuatan. 

          Seperti: waktu pagi, siang, sore maupun malam hari. Lalu, benda-benda di sekelilingnya, notifikasi dari aplikasi di gawai cerdas, dering telpon, alarm, tulisan-tulisan petunjuk dan sebagainya. Ini semua di dalam Kisah Nyata tercakup dalam; 
  • Latar Waktu 
  • dan Latar Tempat
         Suasana lingkungan dan waktu akan menimbulkan respon-respon perbuatan baik isi hati, perasaan, pikiran, bahkan ucapan dan tingkah laku sang tokoh.

Pemicu Tindakan

          Pemicu dari tindakan adalah; 
  • tindakan atau perbuatan yang dilakukan dirinya sendiri atau orang lain lakukan yang bisa mengingatkannya untuk melakukan perbuatan yang ingin ia lakukan. 
  • Atau dengan kata lain tindakan atau perbuatan tersebut menjadi sebab, yang berakibat terjadinya perbuatan selanjutnya
  • Sehingga akan terjadi Kasualitas (sebab-akibat) Rangkaian Perbuatan.  

          Misal, 

Perbuatan seseorang menggosok gigi, bisa berfungsi sebagai Pemicu ia untuk perbuatan mandi.

perbuatan seorang istri dalam suatu keluarga membuat kopi di meja makan pada pagi hari, bisa berfungsi sebagai Pemicu suaminya untuk berbuat minum kopi di meja makan, sebelum berangkat kerja.

✓ dan sebagainya.

          Perbuatan-perbuatan tersebut tertanam dalam kehidupan dengan begitu lancar dan alami, sehingga orang-orang tak perlu lagi berpikir tentang perbuatan-perbuatan tersebut. Dan, oleh karena itu mereka berfungsi sebagai Pemicu yang sangat sensitif menimbulkan respon-respon perbuatan selanjutnya. Semua orang telah memiliki seluruh ekosistem kehidupan nyata yang berjalan dengan lancar. Penulis tinggal memanfaatkannya sebagai Fakta-fakta yang sangat menarik dalam tulisan Kisah Nyata nya.
          
          Pemicu dari tindakan, kita beri nama yang keren: Tambatan. Dipakai istilah Tambatan, karena penulis bisa melekatkan (menambatkan) suatu perbuatan seorang Tokoh kepada sesuatu sebab Perbuatan tokoh itu sendiri maupun tokoh lainnya secara masuk akal.
          
         Konsepnya sederhana, temukan; 
  • Tambatan (perbuatan sebabnya) yang tepat dalam Kisah Nyata 
  • sebagai Pemicu perbuatan seorang tokoh (perbuatan akibatnya)
          Kata kuncinya adalah pada kata: Setelahnya. 
          
          Yakni mengurutkan perbuatan-perbuatan. Penulis hanya perlu memikirkan apa yang terjadi setelah sesuatu. Ini seperti algoritma program komputer. Jika algoritmanya benar, maka perbuatan ini, lalu perbuatan ini, lalu perbuatan ini, dan akhirnya penulis mendapatkan hasil (akibat terakhir) dari perbuatan-perbuatan tersebut.
          
          Penulis hanya perlu "menyusun kodenya" dengan benar dan menempatkannya pada urutan yang tepat.   

         Konsep "setelahnya" bukanlah sihir atau guna-guna, tetapi 
  • ini lebih dekat kepada proses kimiawi antara emosi, akal dan fisik. 
  • Kolaborasi yang keren antara perbuatan yang tepat dengan kronologi (runutan waktu) yang benar, 
  • serta merta Kausalitas Rangkaian Perbuatan tercipta.
         Sejatinya, Islam telah memberi contoh pola seperti ini tanpa kita sadari, dan ini adalah runutan yang sangat indah, seperti:

Setelah wudhu, kita shalat sunnah.
Setelah Shalat fardhu, kita berdzikir dengan dzikir setelah shalat fardhu.
Setelah keluar dari kamar mandi, berdoa keluar dari kamar mandi.
Setelah keluar dari masjid, kita berdoa keluar dari masjid
Setelah dzikir shalat fardhu, kita shalat ba'diyah shalat fardhu.
Setelah bangun tidur, membaca doa bangun tidur.
Setelah atau selagi bertemu sesama muslim, kita berwajah cerah dan tersenyum. 
✓ dan banyak lagi.
          
          Bahkan, Islam membuat Tambatan dengan konsep: Sebelum, seperti:

Sebelum memulai apapun, membaca Bismillah
Sebelum kegiatan tertentu, membaca doa sehari-hari sesuai Sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
Sebelum bertamu, mengucap salam.
          ✓ Dan, banyak lagi.
          
          Sehingga, setidaknya penulis tidak merasa aneh atau asing dengan Pemicu dari tindakan. Perbuatan yang demikian telah akrab pada diri penulis di kesehariannya. Hanya saja, terkadang tidak menyadarinya, saking dekatnya seperti urat lehernya dengan dirinya, tak terlihat.

Hubungan Logis dalam Rangkaian Perbuatan

            Kemudian, oleh sebab itulah penulis dapat melihat bahwa setiap perbuatan atau rangkaian perbuatan itu harus dijalin satu sama lain dalam suatu hubungan yang logis, suatu hubungan yang masuk akal.

            Hubungan yang logis antara perbuatan tokoh-tokohnya dalam suatu Kisah Nyata akan timbul sebagai Kausalitas, sebagai akibat hukum sebab-akibat dalam Rangkaian Perbuatan. 

Suatu perbuatan akan menimbulkan perbuatan yang lain, sehingga terjadi Rangkaian Perbuatan. 

           Oleh sebab itu, perbuatan dalam sebuah Kisah Nyata, harus dilihat sebagai; 
  • suatu arus gerak yang berkesinambungan mengikuti searah dengan waktu. 
          Dengan demikian, Rangkaian Perbuatan tersebut dapat dilihat baik sebagai, 
  • Rangkaian Adegan-adegan, 
  • tetapi dapat juga dilihat sebagai suatu kesatuan yang diikat oleh waktu
          Waktu, dengan demikian ia merupakan, 
  • suatu unsur yang mutlak harus ada untuk mengukur perbuatan sebagai proses.
          Namun, disamping; Kausalitas Rangkaian Perbuatan dan Waktu, 
  • kita juga perlu mempersoalkan apakah perbuatan itu terjadi dengan sendirinya oleh sang tokoh, 
  • atau harus diperankan oleh suatu faktor sebab di luar sang tokoh.
Unsur Karakter, Sifat atau Watak Tokoh juga merupakan faktor yang perlu diperhitungkan dalam suatu perbuatan. Dan, karena kisah harus dikisahkan kepada pembaca bukan supaya ia mengetahui peristiwa itu, maka harus tersirat pula persoalan makna sebuah kisah.

          Oleh sebab itu, berbicara mengenai perbuatan kita harus berbicara juga mengenai beberapa kaitannya:
  • Sebab-akibat dalam Rangkaian Perbuatan,
  • Karakter (sifat, watak dan kebiasaan di bawah sadar - ini akan dibahas pada postingan yang akan datang - Insya Allah),
  • Waktu,
  • Makna (hikmah, pesan atau kesimpulan dari peristiwa), dan masih ada satu lagi, 
  • Konflik yang merupakan hasil dari interaksi antar Karakter atau Tokoh-tokoh yang dikisahkan dan sebab Pemicu lainnya.
          Memang interaksi antar karakter tidak harus menghasilkan konflik, tetapi penggawatan dan komplikasi tidak mungkin tercapai tanpa ada konflik antar tokoh. 

          Justru, 
  • unsur konfliklah yang menciptakan ketegangan
  • dan konfliklah yang memberikan peranan terbesar dalam menimbulkan keingin-tahuan dan perasaan penasaran para pembaca. 
         Karena terdapat konflik antar tokoh dalam kisah, 
  • maka usaha untuk menyelesaikan konflik itu memperoleh makna yang sesungguhnya. 
  • Peleraian terjadi bila semua konflik yang timbul sejak situasi awal sampai pada puncak penggawatan atau klimaks dapat diselesaikan dengan memuaskan.
            Untuk memahami, 
  • persoalan gerak dinamis Perbuatan-perbuatan antar Tokoh-tokoh,
  • yang menimbulkan konflik, 
  • yang diukur dalam dimensi waktu
  • beserta akibat yang ditimbulkannya, dalam suatu Kisah Nyata, 
          berikut dicoba melihat salah satu potongan pada Kisah Nyata Inspiratif  “Hanyut”:

          B adalah murid terpintar di kelas kami. B punya kharisma tersendiri. Kata-katanya seakan-akan sihir. 

***

          Postur tubuh B kecil agak pendek, dan berkulit agak keling. Dia ini terkenal murid yang santai sekali. Tak pernah aku melihatnya belajar mengulang-ngulang pelajaran di rumahnya. Walaupun begitu nilai ulangan pelajaran-pelajarannya tak pernah di bawah permukaan angka 90. Angka 90 itu dalam "alam" nya B adalah angka minimal. Betul ... B ini  adalah temanku yang jenius yang pernah aku temui di muka bumi ini. 

          Fakta berbicara, dan survei membuktikan. Suatu ketika, kami akan menghadapi ulangan umum, yaitu ujian akhir kenaikan kelas. Aku lupa, aku ada keperluan apa ke rumah B ... Oh iya, aku ingin pinjam catatan pelajaran dia. Catatan pelajaranku ada yang kurang komplit. Sesampai di rumah B, aku melihat dia sedang bermain di halaman rumahnya. 

          "B, kau idak belajar?" tanyaku,  tergeleng-geleng anggota tubuhku leher ke atas dengan tatapan keheranan. Ajib!. Kalau aku lho, besok akan ulangan umum, aku sudah "blingsatan" dari sejak pagi, "mantengin" buku pelajaran sampai malam. Keesokannya pagi-pagi belajar lagi, mengulang-ulang apa yang telah aku baca tadi malam. Dari terbit matahari sampai terbit kembali. Aku selalu bersusah payah agar pelajaran betul-betul nyantol di pikiranku. 

          B menimpali dengan kalem, "Santaaai..."

***

Aku terkenang sesuatu sesaat kemudian. Suatu waktu, pada pelajaran bahasa Inggris, guru bahasa Inggris, Ibu D memerintahkan  kami untuk mengikuti membaca beberapa kata-kata bahasa Inggris, agar bacaan kami benar. Celakanya, setelah selesai kata-kata dibaca bersama, tenyata teman-temanku tetap mengikuti kata-kata yang diucapkan Ibu D walaupun itu kata-kata dalam bahasa Indonesia. Entah siapa yang iseng memulainya. Jangan-jangan B juga si biang kerok. Lebih celaka lagi, tak sampai disitu, ketika mata Ibu D mulai melotot, bola matanya seperti akan keluar, mengeras wajahnya, dan urat-urat lehernya terlihat saling tarik-menarik, teman-temanku sekelas tetap kompak senasib sepenanggungan mengikuti kalimat-kalimat yang keluar dari lisan Ibu D. 

          Begitu selesai di ujung kalimat terakhir pada puncak suhu seratus derajat Celcius darah Ibu D, Ibu D tak menunggu lama lagi, gak pake lama, langsung serta-merta angkat kaki dari ruangan kelas. Meluncur, kembali menuju ke ruang guru. Mendarat di singgasananya di sana. Cemberut. Ngambek. 

          Duh, akhirnya siapa lagi yang mewakili seisi kelas untuk meminta maaf kepada Ibu D kalau bukan aku sebagai ketua kelas. Runyam sudah!

***

          Aku tak peduli, walaupun ada juga rasa takut berada pada posisi bertentangan dengan B. 

          B ini, pernah duel dengan murid kelas lain bernama Y. Waktu itu aku di posisi B, bahkan akulah bersama temanku yang lain, K yang mengantar dan mendukung sebagai suporter Beni ke lapangan bola alun-alun kantor gurbernur propinsi Bengkulu sejauh lima menit berjalan kaki dari sekolah kami, untuk duel dengan Y. Aku lupa apa masalahnya. Jaman itu tak ada yang namanya tawuran atau keroyokan. Kami masih menjunjung tinggi sikap "ksatria" dalam definisi kami sendiri.

          Beberapa peristiwa dari “fragmen” di atas 
  • sengaja tidak diurutkan secara kronologis. 
  • Tampak peristiwa-peristiwa itu tidak mempunyai kaitannya sama sekali satu dengan yang lain, maka Perbuatan-perbuatan yang ada di dalam peristiwa-peristiwa tersebut tidak membentuk suatu Rangkaian Perbuatan atau suatu aksi yang lebih besar. 
  • Akan tetapi peristiwa-peristiwa di atas sejatinya mempunyai hubungan saling keterkaitan Sebab-akibat (kausalitas) dengan pola waktu Kilas-balik (flash back). 
            Dan, fragmen-fragmen di atas akan mempunyai nilai yang lain sama sekali, setelah kita tahu bahwa,

Peristiwa-peristiwa di atas mengakibatkan terjadinya peristiwa lainnya:

          Aku melihat bola-bola mata teman-temanku sebagian membulat berbinar. Agaknya, mereka mulai mabuk tergoda dengan hasutan B. Apalagi,

B adalah murid terpintar di kelas kami. Beni punya kharisma tersendiri. Kata-katanya seakan-akan sihir. 

          Akupun tanpa sadar, agak ikut mabuk tergiur dengan modus B. Aku mengimajinasikan makhluk-makhluk berkaki bulat dengan telapak-telapak kotak-kotak sangar berseliweran, saling kejar, saling lompat dan melayang seakan tanpa bobot melewati tanjakan-tanjakan bergelombang dan "superbol" dengan gagah berani. Oi! Betapa hebat dan hebohnya. Kami mau tidak mau harus menonton. Ini baru namanya tontonan para lelaki, arena laga para pemberani. Seolah-olah kamilah yang berlaga! 

         "Kito musti nonton! Idak ado kesempatan lagi. Kapan lagi ado balap tril, lhaa setahun sekali mungkin. Tapi sayangnya balap tril itu bukan diadakan hari Minggu. Bagaimana kalau kito idak usah masuk sekolah samo-samo besok?" racun sang penghasut B mulai meresap ke dalam aliran darah kami. Darah-darah kami telah terkontaminasi bisa-bisa gelombang suara sihir si Cerdas. Lalu mendidih dan menggelegak di hati-hati kami. 

          Postur tubuh B kecil agak pendek, dan berkulit agak keling. Dia ini terkenal murid yang santai sekali. Tak pernah aku melihatnya belajar mengulang-ngulang pelajaran di rumahnya. Walaupun begitu nilai ulangan pelajaran-pelajarannya tak pernah di bawah permukaan angka 90. Angka 90 itu dalam "alam" nya B adalah angka minimal. Betul ... B ini  adalah temanku yang jenius yang pernah aku temui di muka bumi ini. 

          Fakta berbicara, dan survei membuktikan. Suatu ketika, kami akan menghadapi ulangan umum, yaitu ujian akhir kenaikan kelas. Aku lupa, aku ada keperluan apa ke rumah B ... Oh iya, aku ingin pinjam catatan pelajaran dia. Catatan pelajaranku ada yang kurang komplit. Sesampai di rumah B, aku melihat dia sedang bermain di halaman rumahnya. 

"B, kau idak belajar?" tanyaku,  tergeleng-geleng anggota tubuhku leher ke atas dengan tatapan keheranan. Ajib!. Kalau aku lho, besok akan ulangan umum, aku sudah "blingsatan" dari sejak pagi, "mantengin" buku pelajaran sampai malam. Keesokannya pagi-pagi belajar lagi, mengulang-ulang apa yang telah aku baca tadi malam. Dari terbit matahari sampai terbit kembali. Aku selalu bersusah payah agar pelajaran betul-betul nyantol di pikiranku.

B menimpali dengan kalem, "Santaaai..."

Sekonyong-konyong kemudian aku teringat sesuatu. Aku baru sadar kalau aku ini ketua kelas 2A. Ah, rupanya aku ikut hanyut arus arung jeramnya B, dan hampir terjebak dalam pusarannya. Tidak! Aku harus hadang persekongkolan ini. Aku selalu kena batunya jika teman-teman kelasku 'ngaco'. 
 
Aku terkenang sesuatu sesaat kemudian. 

         Suatu waktu, pada pelajaran bahasa Inggris, guru bahasa Inggris, Ibu D memerintahkan  kami untuk mengikuti membaca beberapa kata-kata bahasa Inggris, agar bacaan kami benar. Celakanya, setelah selesai kata-kata dibaca bersama, tenyata teman-temanku tetap mengikuti kata-kata yang diucapkan Ibu D walaupun itu kata-kata dalam bahasa Indonesia. Entah siapa yang iseng memulainya. Jangan-jangan B juga si biang kerok. Lebih celaka lagi, tak sampai disitu, ketika mata Ibu D mulai melotot, bola matanya seperti akan keluar, mengeras wajahnya, dan urat-urat lehernya terlihat saling tarik-menarik, teman-temanku sekelas tetap kompak senasib sepenanggungan mengikuti kalimat-kalimat yang keluar dari lisan Ibu D.

Begitu selesai di ujung kalimat terakhir pada puncak suhu seratus derajat Celcius darah Ibu D, Ibu D tak menunggu lama lagi, gak pake lama, langsung serta-merta angkat kaki dari ruangan kelas. Meluncur, kembali menuju ke ruang guru. Mendarat di singgasananya disana. Cemberut. Ngambek.

Duh, akhirnya siapa lagi yang mewakili seisi kelas untuk meminta maaf kepada Ibu Din kalau bukan aku sebagai ketua kelas. Runyam sudah!

"Jangan, ... Nanti kito akan kena marah dan hukuman!" aku menjerit lirih, meminta belas kasihan teman-temanku yang sudah keblinger bayangan-bayangan motor tril mengudara, berakrobatik, dan kehebatan-kehebatan para penunggangnya yang gagah berani.

"Akhirnyo ambo jugo yang kena, apo idak ingek peristiwa Ibu D ngambek?" aku mulai berusaha menyadarkan teman-temanku, membangunkan teman-teman yang setengah pingsan akibat biusan si biang kerok, melawan godaan-godaan si jenius yang absurd.

Teman-temanku menatapku. 

        Aku seakan-akan merasa bicara pada teman-temanku yang terhalang kaca tebal kedap suara. Mereka melihatku, tapi tak mampu mendengarku. Mereka seolah-olah menonton filem bisu dan aktornya aku terlihat seperti sedang berteriak-teriak.

"Kito musti kompak, kalo ado apo-apo ya kito tanggung besamo lah," B sok mengajak teman-temanku, seolah-olah hasungan menuju kebaikan. Menutupinya dengan solidaritas pertemanan di atas pengorbanan bersama. B telah tak perduli dengan nasibku. Padahal ia teman baikku juga. Kesenangan duniawi memang tidak ada kata teman. Yang penting nikmat, sikat!

Omong kosong! Aku tetap tidak setuju. Pelanggaran tetap pelanggaran. Mau di ubah kata-katanya dengan apapun, hakekatnya tetap sama. Ini makar terhadap pendidikan namanya. Huh!

        "Aku tidak setuju!" tegasku, wajahku dan rahangku mulai mengatup keras.

        Aku tak peduli, walaupun ada juga rasa takut berada pada posisi bertentangan dengan B. 

B ini, pernah duel dengan murid kelas lain bernama Y. Waktu itu aku di posisi B, bahkan akulah bersama temanku yang lain, K yang mengantar dan mendukung sebagai suporter B ke lapangan bola alun-alun kantor gurbernur propinsi Bengkulu sejauh lima menit berjalan kaki dari sekolah kami, untuk duel dengan Y. Aku lupa apa masalahnya. Jaman itu tak ada yang namanya tawuran atau keroyokan. Kami masih menjunjung tinggi sikap "ksatria" dalam definisi kami sendiri.

Wal hasil, suasana istirahat menjadi bukan rehat dan mengendurkan pikiran setelah pusing dengan pelajaran lagi, akan tetapi menjadi letih, bersitegang, dan otak semakin lelah.

Wajah-wajah temanku terlihat datar tanpa ekspresi menatapku. Ada riak-riak resah di mata-mata mereka. Sepertinya api telah terlalu besar, menjilat-jilat liar, sedangkan aku bagaikan air "blangwir" pemadam kebakaran yang datang terlambat. Airnya sedikit pula. Waduh!

"Teng, teng, teng ...!" bunyi pukulan pada lonceng yang terbuat dari velg truk bekas tanda masuk ke kelas merobek suasana panas kami. 

         Siang itu, perdebatan aku dan B tanpa penyelesaian, apapun yang akan terjadi esok hari.
          
          Dalam contoh potongan kisah di atas, 

semua bagian digerakkan untuk membentuk suatu perbuatan yang lebih besar dengan hubungan kausalitas sebab-akibat perbuatan dengan sesekali memakai dimensi waktu kilas-balik. 

          Peristiwa-peristiwa yang tadinya terlepas satu sama lain, 
  • sekarang dihubungkan atau dikaitkan satu sama lain. 
  • Hubungan ini memungkinkan kita tidak saja memperoleh suatu kerangka yang jelas
  • tetapi juga memperoleh suatu makna yang jelas
          Berdasarkan kesatuan dan makna itu, kita dapat lagi melanjutkan kisah, khususnya akibat dari gagasan “membolos bersama-sama untuk menonton balap motorcross” dalam Kisah Nyata Inspiratif “Hanyut”.

          Faktor yang paling penting adalah: 
  • Rangkaian Perbuatan itu mempunyai kesatuan dan makna. 
  • Kesatuan dan makna mencakup pengertian bahwa suatu hal selalu mengakibatkan hal yang lain.  
          Ada beberapa fragmen atau peristiwa dalam kisah “Hanyut” yang fragmen-fragmen tersebut saling terkait secara Kausalitas:
  • Fragmen tentang “B yang cerdas dan punya kharisma tersendiri” mengakibatkan mudahnya teman-temannya terpengaruh, yang juga bahkan, membuat peringatan sang “Aku” untuk tidak membolos tidak membawa pengaruh sama sekali.
  • Fragmen guru bahasa Inggris Ibu D marah mengakibatkan tersadarnya “Aku” sebagai ketua kelas yang akan menanggung resiko jika terjadi kembali kenakalan pada teman-teman kelasnya.
  • Fragmen perkelahian B denganmengakibatkan rasa takut “Aku” kepada B.
          Peristiwa-peristiwa tersebut merupakan dalam kesatuan yang lebih besar lagi, yaitu peristiwa-peristiwa yang membentuk dan mengakibatkan puncak Peristiwa Klimaks yaitu: 
  • hanya hadirnya teman-teman perempuan pada hari pembolosan para murid laki-laki klas 2A SMP C yang tanpa disadari “Aku” sebagai ketua kelas, karena lupa akan kejadian perdebatan rencana akan membolos pada hari sebelumnya.
          Semua unsur perbuatan, 
  • tampak dengan jelas dalam Kausalitas. 
  • Unsur waktu juga sangat penting dalam menjaga kesatuan kisah, serta maknanya. 
  • Hanya saja unsur waktu dalam kisah “Hanyut” sengaja beberapa fragmen disusun secara Kilas-balik (flash back) untuk menjelaskan sebab-sebab: 
    • mudahnya teman-teman terpengaruh
    • tersadarnya “Aku” sebagai ketua kelas 
    • dan takutnya “Aku” kepada B
    • Sehingga, jika dijelaskan sebab-sebabnya secara kilas-balik, posisi Paragraf-paragraf Perbuatan Sebab tersebut berdekatan dengan Paragraf-paragraf Perbuatan Akibat akan 
    • menimbulkan kesan memperkuat Akibat-akibatnya dan memberi efek dramatis. 
***

Mau belajar menulis Kisah Nyata via daring (online), ikuti tahapannya, TAP /KETUK > di bawah ini:

Atau, mau belajar menulis Kisah Nyata via luring (offline), beli saja bukunya, TAP /KETUK > di bawah ini:
Buku Menulis
Kisah Inspiratif

rasa Novel - 55k


Mau Belajar Ilmu Syar'i dengan Menuliskannya, mudah, sedikit demi sedikit, dan saban hari, TAP /KETUK > di bawah ini:
WhatsApp Salafy Asyik Belajar dan Menulis

Sederhana itu Lebih - Less is More. Desain bukanlah menambah-nambah biar berfungsi, tetapi desain adalah menyederhanakan agar berdaya guna.
Produk

Online Shop
Buku, Peranti belajar,
dan sebagainya



Misi


Fakta
Ciri Khas Artikel



F A Q (Frequently Asked Questions)
Pertanyaan yang sering diajukan

Silahkan chat dengan tim kami Admin akan membalas dalam beberapa menit
Bismillah, Ada yang bisa kami bantu? ...
Mulai chat...