#05 Hubungan antar Kisah dalam Kelindan Kisah-kisah Nyata
Kita telah mengenal tokoh kita,
- siapa dia,
- bagaimana batinnya
- dan bahasanya,
- apa yang membuatnya bahagia,
- apa yang dia takutkan.
Lalu, bagaimana sebetulnya cerita bergerak dari Kisah Pertama sampai Kisah Terakhir?
Kita sudah mencoba menulis satu - dua Kisah Nyatanya, bahkan beberapa Kisah awal kita. Kini saatnya membaca ulang dan menimbang-nimbang apakah tulisan itu cukup menarik. Pedoman dasarnya adalah:
Keseimbangan antara Penting dan Menarik
Para pembaca cenderung lebih terpikat dengan hal-hal yang menarik, sedangkan kepentingan umum lebih berorientasi kepada hal-hal yang penting.Sebuah karya yang bagus adalah yang penting sekaligus menarik.
- Penting artinya memuaskan segi-segi kognitif atau nalar berupa:
- nilai-nilai yang abstrak yang hanya bisa dicerap oleh kalbu atau batin,
- universal,
- objektif,
- general
- dan logis.
- Sedangkan, menarik artinya menunaikan dalam segi-segi lawannya yaitu afektif atau perasaan yakni:
- nilai-nilai yang konkret (nyata) yang hanya mampu dicerap oleh panca indera,
- partikular,
- subjektif,
- spesial,
- dan puitis.
Untuk mengingat kembali terkait keseimbangan Penting & Menarik, bisa tap /ketuk > Peta Batin.
Sering kita rasakan, tulisan kita kurang mengigit, hampa, anyep, tidak jelas, seperti kehilangan arah dan bagaikan sayur kurang garam pada Kisah-kisah Nyata berikutnya.
Apa yang telah terjadi?
Sangat mungkin itu dikarenakan:
tidak adanya kaitan yang rekat untuk menyatukan Kisah-kisahnya atau episode-episodenya.
Unsur-unsur cerita telah ada, tetapi itu berceceran, tak ada koherensi, tak ada hal-hal yang mampu menyatupadukannya. Sehingga seolah-olah episode-episode itu tak mendukung cerita secara keseluruhan.
Nah, sekarang apa yang sanggup menjadikan Kisah-kisah yang seakan-akan bercerai berai itu menjadi satu kepaduan?
Tidak lain dan tidak bukan adalah: Hasrat dan Motivasi sang tokoh utama.
Cerita akan terasa mengalir mulus dan lancar, jika adanya hasrat, adanya pemenuhan hasrat, terpenuhinya hasrat atau ada Hasrat baru dan Motivasi baru. Yakni adanya rangkaian Hasrat dan Motivasi yang saling mengikat dan tersambung.
Kemungkinan di awal cerita, hasrat bisa berupa keinginan yang tak disadari tokoh (implisit), lalu dengan berjalannya usia tokoh hasrat itu secara alami bisa berubah-ubah, bahkan mampu bertransformasi menjadi Motivasi atau Niat yang disadari sang tokoh.
Rantai Hasrat dan Motivasi
Ada 4 model rantai hasrat atau keinginan:1. Konsistensi Hasrat, hanya satu keinginan atau hasrat, dan sulit dicapai oleh tokoh di sepanjang cerita. Hanya ada satu rantai Hasrat sampai terpenuhi di akhir cerita.
2. Repetisi Hasrat, terdiri dari beberapa hasrat. Tokoh bergerak dari satu hasrat ke hasrat yang lain. Dan, cerita akan berbelok-belok sesuai banyaknya hasrat.
3. Penyadaran Hasrat, tokoh memburu keinginannya, akan tetapi pada akhirnya ia menyadari bahwa yang ia kejar bukanlah hasrat tersebut. Nah, di sini ada titik balik. Hal yang demikian sering terjadi dalam kehidupan nyata, dalam batin seseorang, dan mengandung motif pencerahan. Contoh nyata yang terjadi pada kisah Fulan ini,
4. Konsistensi Motivasi atau Niat Sadar, setelah terjadi Penyadaran Hasrat ia berubah menjadi Motivasi atau Niat Sadar. Lalu, kisah-kisah berantai dengan hanya satu Motivasi, dan sulit dicapai oleh tokoh di sepanjang cerita dengan timbulnya halangan-halangan. Hanya ada satu rantai Motivasi sampai terpenuhi di akhir cerita.
yaitu; ia mengejar kemapanan sosial agar banyak teman, tidak canggung di masyarakat dan ini akibat kungkungan dari ibunya yang anak ningrat sehingga ia menjadi introvert, bersamaan itu pula ia mendapat nilai-nilai kebebasan dari bapaknya yang petualang. Ini merupakan rantai Konsistensi Hasrat.
Namun, ternyata bukan itu yang ia cari. Yang ia buru ternyata rasa tenang dan bahagia terkait kehidupan dia nanti setelah mati, yang sebetulnya ini juga telah muncul berupa letupan kecil ketika dia masih anak SD seusia belasan tahun. Di situ ada titik balik yang kita sebut Penyadaran Hasrat. Ada pencerahan dan kesadaran baru.
Setelah Fulan sadar, dan tahu yang menjadi hasrat dia yang sebenarnya, maka terjadilah Konsistensi Hasrat yang kita ubah namanya dengan nama Konsistensi Motivasi atau Niat secara Sadar sampai kini.
Langsung praktik, periksa cerita kita
Sebelum melanjutkan menulis Kisah demi Kisah, kita musti periksa dulu cerita kita. Cerita kita itu, lebih cenderung dekat kepada rantai hasrat yang mana?Seperti yang dianalisis di atas, bahwa cerita tentang si Fulan ini kita temukan adanya Penyadaran Hasrat. Sehingga di situ terdapat kombinasi-kombinasi dari berbagai jenis rantai hasrat. Berikut kita buat tabelnya agar lebih jelas lagi, beserta perjalanan waktunya:
Interupsi!: Jika Sobat menggunakan smart phone, silahkan rotasi layar 90 derajat dari potret (berdiri) menjadi lanskap (rebah) untuk kenyamanan melihat tabel berikut di bawah ini.
Domisili | Tahun, Usia, Sekolah /Kegiatan | Hasrat | Rincian Hasrat | Rantai Hasrat |
---|---|---|---|---|
Magersari, Surabaya | 1970 - 1971 5 - 6 tahun, TK | Tidak sadar hasrat apa | - Belajar - Ranking 1 - Kurang pergaulan | Repetisi Hasrat |
Jl. Kartini, Sidoarjo | 1971 - 1972 6 - 7 tahun, SD | idem | idem | idem |
Jl. Kebon Ros (Jl. Ahmad Dahlan), Bengkulu | 1972 - 1975 7 - 10 tahun, SD | idem | idem | idem |
Perum. Nusa Indah km 3,5, Bengkulu | 1975 - 1980 11 - 16 tahun, SD, SMP | Hasrat bermasyarakat | - Belajar - Ranking 1 - Banyak teman - Berusaha eksis | Konsistensi Hasrat |
Jl. Setiabudi VI Gg 4, Jakarta Selatan | 1980 - 1983 16 - 19 tahun, SMA | Hasrat serba bisa | - Bermasyarakat - Banyak teman - Ingin banyak kegiatan - Ingin mandiri tak tergantung teman | idem |
Jl. Rawa Selatan IV, Jakarta Pusat | 1983 - 1985 19 - 21 tahun, Kuliah | idem | idem | idem |
Kos-kosan, Srengseng, Jakarta Selatan | 1985 - 1989 21 - 25 tahun, Kuliah | Titik balik, penyadaran | Jenuh | Penyadaran Hasrat |
Jl. Setiabudi VI, Gg 4, Jakarta Selatan | 1989 - 1996 25 - 32 tahun, Bekerja, Wira Usaha, Dosen | Motivasi /Niat Sadar Tujuan Hidup | - Ingin ngaji - Ingin bisa beladiri | Konsistensi Hasrat |
Jl. Cempaka Baru VI, Jakarta Pusat | 1996 - 1997 32 - 33 tahun, Wira Usaha, Dosen | idem | Ingin ngaji | idem |
Jl. Batu, Srengseng, Jakarta Selatan | 1997 - 1999 33 - 35 tahun, Wira Usaha, Dosen | idem | Ingin ngaji | idem |
Jl. Fatahillah, Tanah Baru, Depok | 1999 - 2005 35 - 41 tahun, Wira Usaha, Guru, Belajar | idem | Ingin ngaji lebih intens | idem |
Perum. Ponpes, Muntilan | 2005 - 2010 41-46 tahun, Wira Usaha, Bekerja, Belajar | idem | Ingin ngaji lebih intens | idem |
Grenjeng, Kartasura | 2010 46 tahun, Wira Usahaa, Bekerja, Belajar | idem | Ingin ngaji lebih intens, anak-anak juga. | idem |
Kebokura, Sumpiyuh | 2010 - 2011 46 - 47 tahun, Wira Usaha, Bekerja, Belajar | idem | Ingin ngaji lebih intens, anak-anak juga | idem |
Mujur, Kroya | 2011 - 2015 47 - 51 tahun, Wira Usaha, Guru, Belajar | idem | Ingin ngaji lebih intens, anak-anak juga | idem |
Jl. Salamsari - Kemiri, Kedu | 2015 - Sekarang 51 - Kini, Wira Usaha, Guru, Belajar | idem | Ingin ngaji lebih intens, anak-anak juga | idem |
Hubungan Antar Kisah
Setelah kita bahas rantai hasrat, sekarang kita akan bahas pula rangkaian dan ikatan tapi dalam bentuk lain, yaitu hubungan antar Kisah. Koherensi atau kepaduan antar Kisah atau episode sangatlah penting. Bukan hanya menulis cerita, menulis apapun selalu memasukkan unsur kepaduan. Menulis suatu paragraf, musti memperhitungkan masalah kepaduan antar kalimat. Menulis suatu opini atau artikel juga butuh kepaduan antar paragraf-paragrafnya sehingga "nyambung" secara nalar.Begitu pula, menulis suatu Kisah dalam suatu cerita, tentu saja musti adanya kepaduan antar paragraf-paragrafnya, ada nya faktor kausalitas - ini telah kita bahas - antara momen yang satu dengan yang lain. Sehingga, episode dari suatu cerita akan mengalir, bergerak secara wajar, walaupun terkadang di dalamnya ada kejutan-kejutan, tensi, ketegangan, konflik yang memang dengan itulah para pembaca terpikat untuk membaca terus.
Sama halnya dengan Kisah demi Kisah, kita butuh kepaduan, agar cerita terasa bergerak dan adanya progesi pada Kisah. Adanya perkembangan menuju akhir cerita dan terjadi kesatuan yang utuh. Bagaikan organ-organ tubuh kita, jika tidak terhubung secara utuh, maka mereka hanyalah berupa potongan-potongan tubuh yang teronggok bersama kematiannya. Bagian-bagian tubuh itu harus terhubung satu sama lain agar hidup. Maka dari itulah, koneksi antar Kisah yang akan menghidupkan cerita!
Menyusun ulang urutan Kisah demi Kisah
Setelah kita menulis beberapaKisah, dengan menunggangi hasrat kita sendiri sebagai manusia dan juga untuk menjaga konsistensi semangat menulis, terkadang kita musti mulai memeriksa kembali agar Kisah demi Kisah kita semakin terarah dengan jelas menuju akhir cerita. Kini, saatnyalah kita menyusun ulang urutan Kisah.Apalagi jika kita lihat cerita kita mulai ruwet, banyak kejadian, banyak alur atau plot, bahkan bercabang-cabang berupa sub-alur, berseliweran karakter-karakter, banyak konflik, membanjir di benak kita. Tak usah panik, tak usah bingung. Itu wajar.
Imajinasikan cerita yang kacau balau itu bagaikan gumpalan benang kusut "bin mbundel". Kita telah tahu bagaimana solusi benang kusut. Diurai dan digulung atau dianyam kembali. Sehingga, jelas kembali jalur-jalurnya dan mudah mengikuti alurnya.
Langkah pertama, mengurai
Yuk, kita imajinasikan kembali cerita kita sebagai suatu anyaman panjang yang terdiri dari beberapa untai. Semakin kompleks semakin banyak untai yang dianyam.Setelah kita lihat dari daftar peristiwa nyata yang telah kita susun di postingan Ide Tulisan Kisah Nyata, bagaimana melahirkannya, ternyata tak begitu ruwet, karena ini kisah nyata yang alur atau plot cerita terpusat kepada sang tokoh, untuk sementara ini kita temukan 2 jenis untai:
- Untai pertama, adalah yang harus ada yaitu rantai hasrat sang tokoh Fulan.
- Jenis untai yang kedua, adalah semacam mata rantai peristiwa dan suasana yang tampaknya menarik dikisahkan dan sayang bila tak diceritakan. Misalkan saja, cerita tentang seorang tokoh bernama Kuswadi, sopir yang aneh, dan lain-lain.
Ada banyak kejadian-kejadian yang seolah-olah berdiri sendiri. Tugas penulis adalah menyusunnya yang tadinya terpisah menjadi saling terkoneksi berkelidan menjadi satu ikatan makna.
Langkah kedua, menganyam
Setelah kita urai, dan kita dapati hanya 2 jenis untai, maka sekarang kita anyam ke dalam satu ikatan panjang dan berpola. Adapun, model anyamannya adalah anyaman selang-seling berkelidan antara- untai dengan rantai hasrat sang tokoh
- dan untai peristiwa lainnya yang sesekali bisa kita munculkan sesuai dengan progres waktunya.
Dalam aplikasinya, kita tidak menganyam dengan kaku, tetapi prinsipnya kita menganyam untai-untai tersebut ke dalam jalinan yang erat. Lebih baik lagi, jika setiap Kisah dalam untaian tersebut mempunyai konflik. Semakin banyak konflik dan klimaks, semakin memikat.
Banyak macam jalinan, kita bisa memilih yang manakah yang sesuai dengan episode-episode yang akan kita rancang dalam kerangka kisah, di antaranya;
- Jalinan Sejajar
- Jalinan Blok
- Jalinan Selang-seling
- Jalinan Kepang
Kemudian, sekarang kita akan membuat progres cerita dalam bentuk lain, yaitu: berdasarkan kemajuan atau perkembangan unit informasi. Berikut ada beberapa model, yang mana model-model ini bukan dipilih salah satunya, akan tetapi bisa digunakan saling melengkapi.
> Dari peristiwa >> ke peristiwa lainnya.Model ini sangat sederhana dan paling cocok untuk kisah nyata ini dengan terpusat pada sang tokoh utama.
> Dari sedikit atau sederhananya informasi >> ke banyak atau kompleksnya informasi (dari kepingan-kepingan ke gambaran utuh).Model ini bisa diterapkan juga pada kisah nyata Fulan yang terdapat di dalamnya Penyadaran Hasrat. Hasrat sebelumnya tentu tidak sama dengan hasrat yang ada pada akhir cerita, yang telah bermetamorfosis mejadi Motivasi atau Niat Sadar. Sehingga yang tadinya pembaca mengira adanya suatu hasrat tertentu, ternyata setelah adanya Penyadaran Hasrat, yaitu Motivasi. Baru setelah itu, tergambar secara utuh hasrat atau Niat Sadar yang sejatinya.
> Dari intensitas rendah >> ke intensitas tinggi.Tujuannya merangsang agar para pembaca berkeinginan mengikuti cerita terus. Dimana cerita semakin menuju akhir cerita semakin sering terjadi pergumulan eksistensi manusia. Dan ini cocok juga untuk kisah Fulan ini.
> Dari konkret (hal-hal yang nyata) >> menuju abstrak.Ini cocok untuk cerita yang memuat suatu pemikiran, moral atau pun prinsip tujuan hidup. Karena menceritakan hal-hal yang real lebih mudah dipahami para pembaca, lalu semakin ke akhir cerita semakin abstrak menjelaskan pemikiran tersebut. Meskipun demikian terkadang sedikit demi sedikit di sela-sela cerita kita bisa sertakan hal-hal yang abstrak, agar pembaca langsung faham, hanya saja tidak perlu yang terlalu berat. Sedikit demi sedikit saja.
Selanjutnya berdasarkan seluruh informasi dan analisis di atas, maka kita akan mampu menyusun Kerangka, Ragangan atau Outline Cerita si Fulan.
***
Mau belajar menulis Kelindan Kisah-kisah Nyata via daring (online), ikuti tahapannya, TAP /KETUK > di bawah ini:
Mau Belajar Ilmu Syar'i dengan Menuliskannya, mudah, sedikit demi sedikit, dan saban hari, TAP /KETUK > di bawah ini:
Gabung dalam percakapan