www.izzuka.com

#14 Kata Ulang

         Dalam semua Tata bahasa Lama, kata-kata ulang disebut juga reduplikasi. Istilah ini digunakan dalam tata bahasa-tata bahasa pertama-tama berdasarkan bentuk perulangan dalam bahasa-bahasa Barat, di mana ulangan itu terjadi dengan menggandakan suku kata awal, misalnya:

dadarsa (Sansekerta) - Ia telah melihat.

tetigit (Latin) - Ia telah menyentuh /mengenai. 

dan lain-lain.

         Bahasa Indonesia mempunyai konsepsi sendiri tentang kata-kata ulang. Sebab itu kita harus meneliti bentuk ulang dalam bahasa Indonesia secermat-cermatnya, mengadakan penggolongan-penggolongan, kalau perlu, dengan bertolak dari struktur bahasa Indonesia itu sendiri.

1. Macam-macam Kata Ulang

         Berdasarkan macamnya bentuk perulangan dalam bahasa Indonesia dapat kita bagi kata ulang atas empat macam:

1. Ulangan atas suku kata awal, atau disebut juga dwipurwa. Dalam bentuk perulangan macam ini, vokal dari suku kata awal mengalami pelemahan dan bergeser ke posisi tengah menjadi e (pepet).

tatanaman > tetanaman
tatangga > tetangga
luluhur > leluhur
lalaki > lelaki
luluasa > leluasa
titirah > tetirah 
dan lain-lain.

2. Ulangan atas seluruh bentuk dasar. Ulangan ini disebut ulangan utuh. Ulangan utuh ada dua macam, yaitu
  • ulangan atas bentuk dasar yang berupa kata dasar dan disebut dwilingga
rumah > rumah-rumah
buah > buah-buah
anak > anak-anak
kuda > kuda-kuda
pohon > pohon-pohon
  • dan ulangan atas bentuk dasar berupa kata jadian berimbuhan. Misalnya:
perbuatan > perbuatan-perbuatan
kejadian > kejadian-kejadian
pencuri > pencuri-pencuri
timbangan > timbangan-timbangan
kekasih > kekasih-kekasih

3. Macam yang ketiga adalah ulangan yang juga terjadi atas seluruh suku kata, namun pada salah satu lingganya terjadi perubahan suara pada suatu fonem atau lebih. Perulangan macam ini disebut dwilingga salin suara. Misalnya;

gerak-gerak > gerak-gerik
sayur-sayur > sayur-mayur
porak-porak > porak-parik
tegap-tegap > tegap-begap, 
dan lain-lain.

4. Ulangan macam yang keempat adalah ulangan dengan mendapat imbuhan, baik pada lingga pertama, maupun pada lingga kedua. Ulangan macam ini disebut ulangan berimbuhan, misalnya:

bermain-main
memukul-mukul
berpukul-pukulan
main-mainan
tarik-menarik
gunung-gemunung
berjalan-jalan
melihat-lihat
berkejar-kejaran
kuda-kudaan
pukul-memukul
tali-temali,
dan sebagainya.

2. Fungsi

         Menentukan fungsi Kata Ulang di sini akan menjadi sangat sulit, sebab fungsi dan arti terjalin erat, tak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Tetapi bila kita hanya melihat fungsi sebagai alat untuk membentuk jenis kata, maka dapat dikatakan bahwa perulangan sebuah kata akan menurunkan jenis kata yang sama seperti bila kata itu tidak diulang: 

mainan, jenisnya sama dengan main-mainan, 
tali jenisnya sama dengan tali-temali dan sebagainya. 

         Malahan ada Kata Tugas yang dapat diulang misalnya: 

bukan-bukan, sama-sama, serta-merta dan lain-lain.

3. Arti

         Lebih tegas dapat kita mengadakan penggolongan berdasarkan arti, namun tak dapat disangkal di dalamnya sudah terjalin fungsi perulangan tersebut. Atau dapat dikatakan dengan cara lain, bahwa perulangan itu mempunyai fungsi untuk menghasilkan makna yang tertentu. Walaupun di sini pembedaan fungsi dari arti itu sukar diadakan, namun pada umumnya perbedaan keduanya jelas kelihatan.

         Adapun arti yang dapat didukung oleh perulangan adalah:

1. Perulangan pertama-tama mengandung arti banyak yang tak tentu. Untuk menyatakan banyak yang tentu jumlahnya, bahasa Indonesia tidak memerlukan bentuk ulang. Perhatikan contoh berikut:

Di padang terdapat 3 ekor kuda. (banyak tentu) 

Kuda-kuda itu berkejar-kejaran. (banyak tak tentu)

Ayah membelikan saya sepuluh buah buku. (banyak tentu)

Buku-buku itu kusimpan dalam lemari. (banyak tak tentu)

Dari contoh di atas tampaklah bahwa seketika kata bilangan utama yang menyatakan “ketentuan” itu dihilangkan, maka dalam tanggapan pemakai bahasa hilanglah pula ‘ketentuan’ atas benda atau hal tersebut dan berubah menjadi tak-tentu. Walaupun dalam pikiran kita kuda itu masih tiga ekor, dan buku itu masih sepuluh buah juga.

2. Selain dari banyak yang tak tentu, bentuk perulangan mengandung arti yang lain yaitu: bermacam-macam.

Pohon-pohonan = banyak dan bermacam-macam pohon
tanam-tanaman = banyak dan bermacam-macam tanaman
buah-buahan = banyak dan bermacam-macam buah 
dan lain-lain.

Dalam hal ini biasanya kata ulang itu disertai oleh sufiks -an.

3. Arti lain yang dapat diturunkan dari suatu kata-ulang adalah menyerupai atau tiruan dari sesuatu:

kuda-kuda
anak-anakan
langit-langit

4. Dekat dengan arti ketiga adalah melemahkan arti, dalam hal ini dapat diartikan dengan agak.

Apa-apa yang dilihatnya diambilnya.

Sifatnya kekanak-kanakan.

Ia berlaku kebarat-baratan.

Orang itu sakit-sakitan.

Kepalaku pening-pening, 

dan lain-lain.

5. Menyatakan intensitas, baik intensitas mengenai kualitas (=intensitas kualitatif), baik mengenai kuantitas (= intensitas kuantitatif), maupun mengenai frekuensi (= intensitas frekuentatif).

a. Intensitas Kualitatif:

Pukullah kuat-kuat.

Belajarlah segiat-giatnya.

Gunung itu yang setinggi-tingginya di pulau Jawa.

b. Intensitas Kuantitatif:

kuda-kuda, 
rumah-rumah, 
buah-buah,
anak-anak,
dan lain-lain.

c. Intensitas Frekuentatif:

Ia menggeleng-gelengkan kepalanya.

Ia mondar-mandir saja sejak tadi.

6. Ulangan pada kata kerja dapat menurunkan arti saling, atau pekerjaan yang berbalasan (timbal-balik:resiprok)

Ia berpukul-pukulan dengan si Dul.

Keduanya bersalam-salaman.

Kedua saudara itu hidup tolong-menolong.

Dalam perkelahian itu terjadi tikam-menikam antara kedua orang itu.

7. Perulangan pada kata bilangan mengandung arti kolektif:

dua-dua, tiga-tiga, lima-lima, dan lain-lain.

4. Kata seolah-olah kata ulang

         Ada beberapa kata yang sambil lalu tampaknya seolah-olah kata ulang: biri-biri, kupu-kupu, ali-ali dan lain-lain. Dalam pemakaian sehari-hari dalam bahasa Indonesia tidak terdapat bentuk seperti: biri, kupu atau ali.

         Kata-kata biri-biri, kupu-kupu dan ali-ali (artinya dalam KBBI: ali-ali, tali pelontar batu), keseluruhannya merupakan kata dasar. Dalam menetapkan status bentuk-bentuk itu kita tidak boleh melihat bagaimana bentuk-bentuk itu dalam bahasa Daerah atau bahasa Purba. Mungkin dalam bahasa Daerah atau bahasa Austronesia Purba terdapat bentuk-bentuk seperti: biri, kupu atau ali. Kalau demikian maka fakta itu belum dapat memberi hak pada kita untuk mengatakan bahwa bentuk itu adalah kata-kata ulang. Perbandingan dengan bahasa Daerah atau bahasa Austronesia Purba hanya dapat menjelaskan pada kita sejarah kata-kata itu, sekedar memahami latar belakang historisnya. Tetapi setelah melihat kenyataan dalam bahasa Indonesia kita harus tetap bersikap deskriptif.

         Setiap penutur bahasa Indonesia akan menolak kalimat-kalimat seperti berikut:

Saya beli tiga biri.

Saya menangkap kupu.

Kakak melontar harimau itu dengan ali.

         Penolakan terhadap kalimat di atas terjadi karena bentuk biri, kupu dan ali tidak ada dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia.

***

Tugas Latihan

        Jawablah pertanyaan di bawah ini di buku tulis/kertas jawaban! 

1. Buatlah kalimat dengan kata-kata

- leluhur
- timbangan-timbangan

2. Buatlah kalimat dengan kata-kata

- gerak-gerik
- pohon-pohonan

3. Buatlah kalimat dengan kata-kata 

- langit-langit
- kebarat-baratan

4. Buatlah kalimat dengan kata-kata 

- setinggi-tingginya
- mundar-mandir

5. Buatlah kalimat dengan kata-kata

- tikam-menikam
- lima-lima
Sederhana itu Lebih - Less is More. Desain bukanlah menambah-nambah biar berfungsi, tetapi desain adalah menyederhanakan agar berdaya guna.
Produk

Online Shop
Buku, Peranti belajar,
dan sebagainya



Misi


Fakta
Ciri Khas Artikel



F A Q (Frequently Asked Questions)
Pertanyaan yang sering diajukan

Silahkan chat dengan tim kami Admin akan membalas dalam beberapa menit
Bismillah, Ada yang bisa kami bantu? ...
Mulai chat...