Sangka Buruk, Uzur dan Akar Kerusakan (Kemunafikan)
Dikisahkan, di dalam kajian Raudhatul Uqala', bahwa;
Ketika itu Sufyan ats-Tsauri sakit. Qaddarullah seorang temannya, tak bisa menjenguk. Maka ketika temannya itu bertemu Sufyan ats-Tsauri, dia meminta maaf dan menyampaikan uzurnya mengapa ia tak bisa menjenguknya.
Maka seketika itu Sufyan ats-Tsauri berkata, kurang lebih, "Jangan sering menyampaikan uzur, karena itu mengandung kedustaan."
Dan, Nabi shalallahu alaihi wasallam pernah bersabda, bahwa;
Umat Islam tidak selamat dari dengki (hasad), sangka buruk dan tathayur.
Dengan, keadaan kita kaum muslimin seperti itu, mengakibatkan ketika kita tidak bisa hadir pada suatu momen-momen umum, akhirnya kita sering sekali menyampaikan uzur-uzur, yang itu sejatinya sedikit banyak mengandung kedustaan. Apalagi dengan adanya teknologi gawai, uzur-uzur sering banjir ketika ada momen umum untuk hadir.
Sangka buruk, juga cenderung mengarah pada kedustaan.
Dikatakan di dalam Mukhtashar Minhajul Qashidin karya Ibnu Qudamah Al-Maqdisi bahwa;
Sangka buruk akan mengarahkan kita kepada ghibah. Sedangkan ghibah jika benar keadaan saudara kita, itu ibarat memakan bangkai saudara kita, jika tidak benar itupun berarti kita dusta.
Jadi, sangka buruk mengarah kepada kedustaan, pun menyampaikan uzur-uzur mengandung kedustaan.
Padahal, mungkin tujuan menyampaikan uzur, agar orang-orang bersangka baik kepada kita mengapa kita tak dapat hadir.
Ternyata kita menetapkan sangka buruk pada muslimin, bahkan kitapun berusaha menghilangkan kesan buruk pada diri kita dengan uzur, yang akhirnya boleh jadi menyeret pada kondisi-kondisi baik kita yang tidak ada pada kita.
Kondisi-kondisi baik pada diri kita yang tidak ada pada kita (mengandung berbohong), dan kita sampaikan pada khalayak,
tentu saja agar hati-hati manusia tertarik dan simpati pada kita. Maka, hal tersebut melazimkan kita ingin atau suka kedudukan baik di mata manusia. Akhirnya kitapun cinta pada kedudukan, yang ini adalah akar kerusakan berupa kemunafikan (termasuk daftar orang-orang munafik) disebutkan Ibnu Qudamah Al-Maqdisi dalam kitab yang sama.
Maka, agar kita tak terjerumus pada kedua hal, yakni sangka buruk, dan menyampaikan uzur-uzur, ...
✓ Sangka baiklah, jika timbul sangka buruk berhentilah jangan dibuktikan sesuai nasihat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
✓ Dan, jangan sering menyampaikan uzur-uzur pada momen, terutama momen yang umum dihadiri banyak orang.
Adapun momen janji kepada orang khusus atau kelompok yang mengharuskan hadirnya kita, maka selayaknya kita menyampaikan uzur.
Allahu'alam.
Catatan:
Dan, datang pada suatu hadits,
إِذَا حَسَدْتَ فَلَا تَبْغِ، وَ إِذَا ظَنَنْتَ لَا تُحَقِّقْ
"Jika engkau berhasad janganlah diikuti (dilanjutkan - ed.), jika engkau berprasangka, jangan diusut (diselidiki - dibuktikan - pent.)".
Nash hadits:
((Tiga perkara yang seseorang tidak selamat darinya: ath-Thiyarah (menganggap sial dengan suara atau kemana terbangnya burung dan sejenisnya - ed.), prasangka dan hasad. Maka, jika engkau berthiyarah, janganlah engkau kembali, dan jika engkau hasad, janganlah diikuti (dilanjutkan - ed.), dan jika engkau berprasangka jangan diusut (diselidiki - dibuktikan - pent.) )).
Al-Hafizh Ibnu Hajar menyebutkannya di dalam Fathul Bari jilid 10 halaman 213, dan telah berkata tentang hadits ini,
"Hadits mursal atau mu'dhal, tetapi hadits ini memiliki syahid dari hadits Abu Hurairah yang dikeluarkan oleh al-Baihaqi di dalam asy-Syu'ab, ه. أ."
Dan, dikeluarkan oleh Ibnu Abdil Barr dalam at-Tamhid dengan lafaz,
(( Jika kalian hasad, janganlah kalian ikuti (lanjutkan- ed.), jika kalian berprasangka, janganlah kalian usut (selidiki - buktikan - pent.), jika kalian berthiyarah, kalian teruskan (tidak kembali - tidak dibatalkan - ed.) dan kepada Allah hendaknya kalian bertawakal )).
Dan, di lafaz lain,
((Tiga hal yang seseorang tidak akan selamat darinya: at-Thiyarah, dan prasangka dan hasad. Dikatakan, "Apa jalan keluar darinya ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Jika engkau berthiyarah, jangan engkau kembali, dan jika engkau berprasangka jangan diusut (diselidiki - dibuktikan - pent.), dan jika kalian hasad, janganlah kalian ikuti (dilanjutkan - ed.) )). Jilid 6, halaman 125.
Dan, dikeluarkan oleh ath-Thabrani dalam al-Kabir dengan lafaz,
((tiga hal yang lazim pada umatku: ath-Thiyarah, dan hasad, dan sangka buruk)), maka seorang laki-laki berkata, "Dan, apa yang membuat hal-hal tersebut lenyap, wahai Rasulullah dari seseorang yang ada hal-hal tersebut padanya?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Jika engkau berhasad, maka beristighfarlah kepada Allah, dan jika engkau berprasangka, maka jangan diusut (diselidiki - dibuktikan - pent.) , dan jika engkau berthiyarah, maka teruskan (tidak kembali - tidak dibatalkan - ed.)" jilid 3 halaman 8258.
Dan lihat:
Kasyful Khafa' karya al-'Ajluni jilid 1 halaman 104 dan Tafsir Ibnu Katsir jilid 4 halaman 191 (Surat al-Hujurat).
Sumber:
✓ Kitab Kitabul Ilmi (arab .pdf) - Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
✓ Buku terjemahan - Kitabul Ilmi - Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin




.webp)

Gabung dalam percakapan