www.izzuka.com

#23 Bunyi dan Ritme

Bunyi

          Bunyi adalah unsur yang melekat juga pada bahasa. Bahkan para tunarungu pun merasakan bunyi, setidaknya getaran. Getaran bisa dirasakan oleh tubuh. Yang paling jelas adalah denyut jantung, nafas kita, dan sebagainya.

         Sekalipun kita memakai bahasa tulisan, "kelisanan" tetap menjadi dasarnya. Kita tetap "membunyikan" tulisan dalam benak kita sekalipun kita membaca dalam sunyi. Bukankah pernah disampaikan, ketika kita membaca pesan teman kita di hp, seolah-olah terdengar suara teman di telinga kita, ketika pesan itu kita baca. Dengan syarat setidaknya kita pernah mendengar suaranya secara nyata. Inilah "menyuarakan" tulisan.

          Untuk mencapai kwalitas dalam masalah bunyi, dibutuhkan "kepekaan", sebab teori dan petunjuk tidaklah cukup. 

Kepekaan memang kemampuan dari dalam, akan tetapi kepekaan itu bisa dilatih perlahan-lahan dari luar.

          Baik, kita kembali ke masalah bunyi. 

          Bunyi itu punya karakter. Jangan mengira bunyi itu tidak punya sifat. Bunyi-bunyi oleh para ahli bahasa di asosiasikan pada makna-makna tertentu.

          Permainan bunyi dalam bahasa berupa aliterasi, asonansi dan onomatopoeia, mampu memainkan peran penting dalam deskripsi. Penulis yang terampil dapat mempergunakan efek bunyi yang ditimbulkan dari permainan bunyi tersebut untuk menciptakan daya imajinasi dan impresi terhadap apa yang dideskripsikan.

Aliterasi

          Aliterasi adalah permainan bunyi yang terdiri perulangan konsonan-konsonan. Bunyi bahasa konsonan di samping mempunyai peranan sebagai unit terkecil dalam bahasa untuk membedakan arti, 
  • juga memiliki potensi untuk mensugesti pengertian-pengertian tertentu
  • Setiap konsonan mampu menimbulkan sugesti perasaan sesuai dengan karakter atau ciri-ciri konsonan masing-masing. 
          Seperti kata-kata: kekerasan, ketertahanan, kelembutan, ketersentakan, gaung, berkelanjutan, dan sebagainya.
          
✓ Konsonan t, k, p, akan membayangkan sesuatu yang keras. 
✓ Sedangkan m, ng, ny, r, l, dapat mensugestikan sesuatu yang bersifat lanjut atau bergaung.

          Contoh dalam peribahasa, dan frasa:

# Takut titik lalu tumpah
# Keras-keras kerak
# Kena air lembut juga
# Siapa cepat dia dapat
# dan sebagainya.

✓ Bunyi "r", menggambarkan sesuatu yang "kasar dan bergetar" seperti, keriting, derum, geram, gerigi, debar, tekstur, dan sebagainya.

✓ Bandingkan dengan vokal "l", seperti r tapi tanpa getaran, menggambarkan sesuatu yang mulus, halus, lulus, lepas, dan sebagainya.

✓ Coba bedakan, kata "goblok" dengan "goblog", terasa kata yang terakhir lebih menghina.

          Jadi konsonan memiliki sifat atau karakter.

          Penyair yang piawai dapat memanfaatkan permainan bunyi ini, sehingga menstimulus sugesti perasaan yang lebih mendalam, seperti:

Syair-syair kecil tentang hidup
1.
Dari detik ke detik dada berdetak
Memukulkan bertubi godam kerja dan kasih
Tiap kali hati menjawab, "Maut kutolak!"
Diseretnya beban hidup, dan makhluk merintih 

2.
Kerja sehabis tenaga dan sisanya untuk cinta
Anak terlahir antara letih dan tak sengaja
Dia pun tumbuh, mengulang riwayat ibu dan bapak
Dia pun hidup dan tak tahu hidup yang sebenarnya

(Trisno Sumardjo, GTA, Jilid 1, 223)

Kepada angin
Pelomba garang ruang angkasa
Peronda liar meradang
Tiada terpaut oleh tempat
Pemburu kawanan awan
Dari rantau ke rantau
Antara timbul tenggelam matahari
Bintang dan bulan
Penyusur pantai cakrawala
Dari tepi ke tepi
Sepanjang abad
Kau himmah abadi

(M. Taslim, GTA, Jilid 1, 248)

Asonansi

          Asonansi adalah permainan bunyi berupa vokal-vokal.

          Contoh, vokal "i" cenderung berasosiasi pada yang "kecil, ringan dan nyaring" seperti pada kata: kecil, mungil, kelingking, bulir, dan sebagainya. Ini berhubungan dengan celah antara lidah dan langit-langit yang sempit.
  • Vokal "e" juga berasosiasi dengan yang "ceper" seperti kata pendek, cetek, meleter, dan sebagainya.
  • Vokal "a" dan "o" cenderung kepada yang sebaliknya, yaitu memberi sugesti: “rendah, besar dan mendalam”, seperti: besar, raksasa, bongsor, menonjol, jempol, dan sebagainya.
  • Bagaimana dengan "u"? Ia memiliki bukaan yang cukup bulat pada posisi agak tinggi. Maka ia menghasilkan makna seperti: unggul, mumbul, telunjuk. 
          Jadi vokal itu juga punya sifat

          Contoh:

# Muka penuh luka siapa punya

# Rumah baru rapi berjajar, rumah lama rata mendatar
adalah perpaduan yang harmonis antara vokal dan konsonan.

# Hati pedih teriris-iris
penderitaan dan kepedihan hati telah jelas pada makna ungkapan terakhir. Namun penderitaan tersebut seolah-olah lebih mendalam, lebih intensif lagi rasanya dengan adanya sugesti bunyi i yang tinggi dan nyaring, dan seakan-akan menyayat-nyayat hati penderita.

Onomatopoeia

          Onomatopoeia adalah kata-kata peniru bunyi, yaitu meniru bunyi binatang atau sesuatu yang diwakilinya. Contoh:

# bergaung
# berdesis
# berdebur
# menggonggong
# dan sebagainya.

          Kata "bergaung" merupakan peniruan bunyi, atau suatu gema dari suara yang berkelanjutan

          "Singa mengaum di kejauhan", dapat dikatakan sebagai deskripsi yang baik tentang bunyi singa, karena memakai kata onomatopoeia "mengaum". Di samping ada aliterasi konsonan "ng" dam "m" yang memberi sugesti perasaan "gaung" atau "gema", juga terdapat asonansi vokal "au" pada kata "aum" dan "jauh".

          Sesungguhnya, 
  • tubuh kita samar-samar mengenali sifat-sifat tersebut, karena itu sangat alamiah. 
  • Ketidakmengertian kita biasa dikarenakan kita terlalu tegang berpikir
  • Jika jiwa kita tertekan, pintu-pintu intuisi bawah sadar kita malah akan tertutup
  • Maka dari itu, sebaiknya kita menulis dalam keadaan rileks, tenang dan gembira.

Ritme

          Selain bunyi, ada irama atau ritme. Yaitu 
  • panjang pendek, tekanan dan tempo
  • Dalam bahasa kita bisa merasakan ketukan, yang berkelidan dari suku kata, kata, frase ataupun kalimat. 
  • Dan ini dalam ilmu tata bahasa disebut intonasi, kontur atau ombak-ombak. 
  • Istilah ilmiahnya unsur suprasegmental. 
  • Unsur ini merupakan syarat suatu kata, frasa atau klausa jika menjadi kalimat.

Satu ketukan

          Resapi rasa yang muncul dari perbagai ketukan. 
  • Mulailah dengan ketukan pendek dan lambat
  • Tetesan air, bunyi monitor detak jantung di ruang ICU suatu rumah sakit, langkah kaki, dan sebagainya. 
  • Ada rasa tidak selesai yang berulang
  • Ada ketegangan disana. 
  • Rasa menahan nafas.
          Ritme ini bisa kita pakai ketika membangun suasana tegang.

          Masih dengan ritme satu ketukan
  • Kali ini dengan kecepatan meninggi. 
  • Seperti; monitor pantau jantung yang berbunyi makin cepat. Tetesan air semakin tidak wajar. Alarm. 
  • Ada rasa peningkatan ketegangan menuju bahaya. 
  • Maka dalam kalimat, bisa semakin singkat dan semakin singkat, hingga satu kata. 
  • Ada rasa tersendat yang terjaga.
          Wacana tulisan cerita atau kisah, bisa memanfaatkan pola seperti tersebut, ketika butuh deskripsi suasana tegang. Yaitu, dengan kalimat-kalimat pendek, bahkan terkadang dengan satu-persatu kata yang diselingi tanda titik. Perhatikan contoh berikut:

            Aku menoleh ke kanan dan ke kiri. Guru-guru mulai berdatangan. Aku bisa lihat, tentu saja mereka lewat depan kelas 2A. Ruang guru di sebelah. Jangan-jangan ada guru yang lihat. Dan, bertanya kenapa kelas 2A perempuan semua. Gawat!

            Aku melirik jam tangan, dua menit lagi.

            Tentu aku yang akan ditanya. Aku ketua kelas. Ketua kelas. Ketua...

            Satu menit lagi.

Empat ketukan

          Kita mempunyai dua kaki, dan kita belajar berjalan dengan 4 anggota badan, kaki dan tangan, merangkak dan sebagian hewan mempunyai empat kaki. Ketika merangkak dengan 4 anggota tubuh, kita merasakan ketukannya. Empat adalah ritme dasar alamiah bagi kita. Maka jangan heran ada syair atau pantun terdiri dari empat baris, yang hakikatnya mengandung dua isi.

          Perhatikan contoh berikut:
          
Hujan Bulan Juni
 
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu

(Sapardi Djoko Damono)

Tiga ketukan

          Bagaimana dengan tiga? Tiga ketukan menjadi menarik karena ada kejutan di sana. Ada sesuatu yang tertahan, terliukkan, ada yang ganjil, surprise, dan belokan. 

          Kejutan dan belokan memecah orang dari rutinitas dan kebosanan. Ganjil memberi kejutan pada yang genap.

          Kisahpun demikian, ada 3 ketukan atau fase. 

Ketukan pertama, awal cerita tentang pengenalan tokoh-tokoh dan latar, 
ketukan kedua, menuju kegawatan
✓ Dan, ketukan ketiga terjadi kejutan, dan selesai. Fase resolusi, hanyalah pelengkap yang memang mau tidak mau begitulah akhirnya, entah baik ataupun jelek.

Aliran

          Satu ketukan atau empat ketukan berulang-ulang akan menghasilkan aliran. 
  • Aliran bisa membuat siklus maupun bisa menerus tanpa ujung. 
  • Semakin panjang sesuatu semakin terasa sulit dimengerti
  • Ada rasa hanyut dan kebingungan
  • Rasa tersebut tidak selalu buruk. 
  • Ada suasana hanyut di permukaan, dengan riak-riak
  • Ada juga hanyut di kedalaman yang tenang.
          Jika kita ingin membangun suasana demikian, kalimat panjang, bahkan sangat panjang bisa digunakan. Yang butuh dilihat kembali adalah, apakah ada keindahan dan kenikmatan yang mengimbanginya. Jika hanya kebingungan yang kita berikan kepada pembaca, bisa jadi mereka memilih menutup buku kita.

Kesimpulan

          Dengan mengenal berbagai macam cara pendekatan dan alat bantu deskripsi, bukan berarti semua cara dan alat bantu tersebut dipakai sebanyak-banyaknya. Bukan begitu maksudnya.

          Penulis musti menentukan cara pendekatan mana yang paling baik untuk mendeskripsikan objek atau hal, sehingga didapat hasil yang maksimal. Penulis harus memutuskan mana yang ia boleh gunakan, dan yang mana pula yang tak perlu dipakai.

          Pemakaian pendekatan deskripsi yang berlebihan justru akan bisa merusak efek yang ingin diraih.

          Paling baik, penulis sanggup memadukan secara harmonis mana saja dari alat-alat bantu deskripsi tersebut, sehingga menimbulkan sugesti perasaan, daya imajinasi dan interpretasi pembaca. 

          Karena jarang terjadi, misalnya:

✓ dalam suatu deskripsi hanya terdapat metafora tanpa adanya persoalan pilihan kata, 
✓ atau misalnya hanya ada aliterasi tanpa asonansi.

          Dan, jarang terjadi pula:

✓ pendekatan realistis bersamaan dengan impresionistis.
✓ atau juga sikap ironis berjalan seiring dengan sikap sungguh-sungguh atau formal.

***

Mau belajar menulis Kisah Nyata via daring (online), ikuti tahapannya, TAP /KETUK > di bawah ini:

Atau, mau belajar menulis Kisah Nyata via luring (offline), beli saja bukunya, TAP /KETUK > di bawah ini:
Buku Menulis
Kisah Inspiratif

rasa Novel - 55k


Mau Belajar Ilmu Syar'i dengan Menuliskannya, mudah, sedikit demi sedikit, dan saban hari, TAP /KETUK > di bawah ini:
WhatsApp Salafy Asyik Belajar dan Menulis

Sederhana itu Lebih - Less is More. Desain bukanlah menambah-nambah biar berfungsi, tetapi desain adalah menyederhanakan agar berdaya guna.
Produk

Online Shop
Buku, Peranti belajar,
dan sebagainya



Misi


Fakta
Ciri Khas Artikel



F A Q (Frequently Asked Questions)
Pertanyaan yang sering diajukan

Silahkan chat dengan tim kami Admin akan membalas dalam beberapa menit
Bismillah, Ada yang bisa kami bantu? ...
Mulai chat...