#26 Kata Khusus
3.1. Kata Khusus
3.1.1. Nama Diri Pada umumnya, kita sepakat bahwa semua nama diri adalah istilah yang paling khusus, sehingga menggunakan kata-kata tersebut tidak akan menimbulkan salah paham. Bahwa nama diri ini merupakan kata khusus, tidak boleh disamakan dengan kata yang denotatif. Kata khusus memang pada dasarnya memiliki denotasi yang tinggi tingkatnya. Seorang yang bernama Tigris misalnya, yang dilahirkan tanggal sekian, bulan sekian, dan tahun sekian, pada dasarnya hanya memiliki denotasi, dan tidak akan menimbulkan konotasi lain selain dari menyebut orang itu.
Tetapi dalam perkembangan waktu, nama diri dapat juga menimbulkan konotasi tertentu. Konotasi itu timbul dari perkembangan yang dialami orang yang menggunakan nama itu.
Bagi ibunya, Tigris yang berumur satu tahun adalah anak yang dimanjakan, sedangkan pada usia delapan belas tahun ia merupakan anak yang banyak menimbulkan duka dan mencucurkan air mata, karena sering berkenalan dengan petugas keamanan. Pada usia tiga puluh lima tahun ia adalah bapak rumah tangga yang tidak bisa bertanggung jawab terhadap pembinaan hidup keluarganya.
Pada saat bersamaan, pada waktu Tigris berusia delapan belas tahun, penilaian dari pihak ibu dan petugas keamanan akan berlainan.
Di sini tampak bahwa kata yang paling khusus itu tetap tidak menimbulkan salah paham dalam pengarahannya, tetapi kata itu sudah menimbulkan konotasi yang berlainan dalam perkembangan waktu. Jadi, kata khusus dapat bersifat denotatif maupun bersifat konotatif.
3.1.2. Daya Sugesti Kata Khusus
Kata-kata yang kongkret dan khusus dengan demikian menyajikan lebih banyak informasi kepada para pembaca. Memberi informasi yang jauh lebih banyak sehingga tidak mungkin timbul salah paham. Tetapi di samping memberi informasi yang jauh lebih banyak itu, kata khusus juga memberi sugesti yang jauh lebih mendalam. Coba perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini:
Gelandangan itu tertatih-tatih sepanjang trotoar itu.
Orang miskin itu berjalan perlahan-lahan sepanjang trotoar itu.
Kedua kalimat di atas dipergunakan untuk mendeskripsikan hal yang sama yang dialami pembicara. Namun kalimat kedua menimbulkan efek yang tidak mendalam seperti kalimat pertama. Walaupun sudah terlalu lazim bagi kota-kota besar, namun kata gelandangan masih memiliki sugesti yang khusus. Ia bukan saja menyatakan seorang manusia, tetapi juga menyatakan sesuatu tentang tampang, watak, dan karakter orang itu.
Bagaimana pakaiannya? Apakah rambutnya terpelihara? Apakah dia dapat dipercaya untuk diminta mengawasi barang kita? Sebaliknya kata orang miskin tidak memberi sugesti sebanyak itu. Sugesti mana kiranya yang disampaikan oleh kata tertatih-tatih? Samakah daya sugesti kata itu dengan frasa berjalan perlahan-lahan?
Pendeknya, kata yang tepat akan jauh lebih efektif, bila dibandingkan dengan pilihan kata yang kurang tepat.
3.2. Kata Umum
3.2.1. Gradasi Kata UmumBila kita beralih dari nama diri kepada kata benda misalnya, maka kesulitan itu akan meningkat. Semakin umum sebuah kata, semakin sulit pula tercapai titik pertemuan antara penulis dan pembaca.
Sebuah kata benda seperti "angsa" misalnya akan menimbulkan daya khayal yang berbeda antara penulis dan pembaca. Kita tidak tahu bagaimana tepatnya pengertian dan ciri-ciri angsa itu. Mungkin penulis membayangkan angsa dengan keturunan angsa putih, sebaliknya pembaca yang membaca kata angsa itu membayangkan seekor angsa hitam, misalkan.
Walaupun kata angsa oleh kebanyakan orang dianggap tidak akan membawa perbedaan interpretasi namun lainlah kenyataannya. Setiap orang yang mendengar kata itu akan teringat pada sesuatu yang pernah dikenalnya.
Bila penulis menyebut Cygnus, nama angsa tetangganya dari jenis angsa putih, maka di sini pasti tidak akan ada atau sangat sedikit perbedaan interpretasi. Mana yang lebih jelas: Cygnus, angsa putih, angsa, atau binatang?
Mungkin tiap kata tadi dipergunakan oleh penulis untuk menyebut hal yang sama, yaitu seekor angsa dari jenis angsa putih yang bernama Cygnus. Namun pada saat ia mengabaikan nama Cygnus dan berturut-turut mempergunakan angsa putih, angsa, dan binatang, maka tiap kata berikutnya akan semakin kabur, karena semakin luas cakupannya.
Sesungguhnya perbedaan antara yang khusus dan yang umum, bagaimanapun juga akan selalu bersifat relatif. Sebuah istilah atau kata mungkin dianggap khusus bila dipertentangkan dengan istilah yang lain, tetapi akan dianggap umum bila harus dibandingkan dengan kata yang lain. Coba perhatikan skema relasional dari kata-kata di bawah ini:
Seperti tampak dari skema di atas, kata-kata di dalam kolom tengah lebih khusus sifatnya bila dibandingkan dengan kata-kata di sebelah kirinya. Tetapi masih lebih umum bila dibandingkan dengan kata-kata yang berada di kolom paling kanan.
Semakin umum sebuah kata, makin sulit bagi pembaca untuk mengetahui apa yang tepat dikatakan oleh penulis.
3.2.2. Kata-Kata Abstrak
Kesulitan yang sama kita hadapi lagi pada waktu mendengar atau membaca kata-kata yang abstrak dan kata yang menyatakan generalisasi. Banyak kosa kata terbentuk sebagai akibat dari konsep yang tumbuh dalam pikiran kita, bukan mengacu kepada hal yang konkret. Kata-kata seperti;
kepahlawanan, kebajikan, keluhuran, kepercayaan, kebahagiaan, keadilan, dan sebagainya,
Akan menimbulkan gagasan yang berlainan pada tiap orang, sesuai dengan pengalaman dan pengertiannya mengenai kata-kata itu.
Hal yang diwakilinya sukar digambarkan karena referensinya itu tidak bisa diserap oleh pancaindra manusia.
Paling tinggi seseorang hanya bisa mengatakan bahwa dengan kata-kata ini;
saya maksudkan sekian dan sekian, dan tidak bermaksud demikian.
3.3. Penggunaan Kata Umum dan Khusus
Dengan mengemukakan persoalan-persoalan yang menyangkut kata umum atau khusus sebagai dijelaskan di atas, tidaklah berarti bahwa kata-kata umum tidak boleh mendapat tempat dalam tulisan-tulisan yang baik. Sama sekali tidak!
Kata-kata yang umum tetap diperlukan untuk;
- pengabstraksian, generalisasi, pengkategorian pengalaman-pengalaman manusia, terutama dalam tulisan-tulisan yang ekspositoris.
- Dalam hal ini kebijaksanaan setiap penulis memegang peranan yang penting. Ia tidak boleh mempergunakan kata abstrak atau kata umum lebih banyak daripada yang diperlukan.
- Apabila ia harus mempergunakannya juga, maka ada baiknya ia menyertakan juga contoh-contoh yang kongkret (fakta-fakta) dan khusus supaya pembaca dapat menciptakan pengalaman-pengalaman mental, sehingga dapat tercapai titik pertemuan pemahaman itu.
- Ia harus berusaha untuk menyampaikan kepada pembaca pengertian-pengertian yang terarah dan terbatas untuk menunjukkan dengan jelas apa makna abstraksi dan generalisasi itu bagi dirinya sendiri dan bagi tiap pembacanya.
- Pendeknya pengertian-pengertian yang umum perlu mendapat penjelasan lebih lanjut, memerlukan lagi pengembangan yang kongkret dan khusus pula.
- Semakin besar suatu hal yang dinyatakan melalui suatu istilah yang umum, makin besar pula keharusan untuk memberikan perincian-perinciannya.
Sering juga terjadi bahwa penambahan detail-detail atau perincian-perincian sebuah hal yang umum tidak menambah kejelasan artinya, malahan melibatkan pembaca dengan kekaburan yang jauh lebih kompleks lagi. Dalam hal ini, sering pikiran-pikiran itu akan menjadi jelas bila digandengkan dengan istilah-istilah yang tepat, kongkret, dan khusus.
4. Kata Indra
Suatu jenis pengkhususan dalam memilih kata-kata yang tepat adalah penggunaan istilah-istilah yang menyatakan pengalaman-pengalaman yang dicerap oleh pancaindra, yaitu cerapan indra penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman. Karena kata-kata ini menggambarkan pengalaman manusia melalui pancaindra yang khusus, maka terjamin pula daya gunanya, terutama dalam membuat deskripsi.Tetapi sering kali terjadi bahwa hubungan antara satu indra dengan indra yang lain dirasakan begitu rapat, sehingga kata yang sebenarnya hanya dikenakan kepada suatu indra dikenakan pula pada indra lainnya. Gejala semacam ini disebut sinestesia.
Misalnya apa yang dicerap oleh indra penglihatan dikenakan begitu saja pada indra pendengar.
Kita berbicara tentang terang bila ada sangkut pautnya dengan cahaya dan indra penglihatan. Namun bunyi yang dicerap oleh indra pendengar disebut juga terang.
Kata merdu seharusnya bertalian dengan pendengaran, sedangkan kata sedap bertalian dengan perasa. Tetapi sering pula terjadi bahwa suara yang seharusnya bertalian dengan pendengaran disebut juga sedap.
Kata yang sediakala bertalian dengan perasa kemudian dihubungkan juga dengan penglihatan dan pendengaran, misalnya:
Wajah bayi itu manis sekali.Suaranya manis kedengaran.
Meskipun terjadi gejala sinestesia tadi, namun pada umumnya tiap indra memiliki kata-kata yang khusus untuk mengungkapkan pengalaman atau penghayatan melalui masing-masing indra. Kata-kata yang sering dipakai untuk menyatakan pencerapan itu adalah:
Peraba (kulit):
dingin, panas, lembab, basah, kering, kasar, kasap, kerut, halus, kesat, rata, licin, gelenyar, geli, dan sebagainya
Perasa (lidah):
pedas, pahit, asam, gayau, asin, pedis, manis, kelat, dan sebagainya.
Penciuman (hidung):
asam, tajam, pedis, kohong, pesing, lapuk, apak, basi, bangar, busuk, anyir, tengik, dan sebagainya.
Pendengaran (telinga):
dengung, deru, ringkik, mersik, desing, dengking, lengking, kicau, kecek, repet, repek, gemertek, kelening-kelenung, kelentang, kerincing, gerincing, gelepung, gelepur, gelebuk, gelegak, gelegar, gelagak, gelekek, kerting, gemertak, gemerincik, kertak, dentur, dentum, kersuk, mengogok, mendesau, mendesir, berdesus, menyuit, bersenandung, berbisik, bersungut, merengut, dentur, letus, berdengkur, berderai, menggeresek, bising, gerisik, berkerosok, menjerit, menggertak, cebur, cimpung, ciak-miak, desir, desau, gemerincing, merenyah, merengek, dan sebagainya.
Penglihatan (mata):
pijar, teja, sabur, kabur, mengkilap, belang, bertepek, menyala, kilap, kilat, kelap-kelip, kejap, mewah, merah, kemerah-merahan, kelam-kabut, halimun, menyolok, gemerlap, gilang-gemilang, berkilau-kilauan, mengkilap, seri, marak, cahaya, keemas-emasan, cemong, hitam, putih, mengerikan, menakutkan, becek, berlumpur, pucat, pudar, coreng, corak, keruh, perang, dan sebagainya.
Karena kata-kata indra melukiskan suatu sifat yang khas dari pencerapan pancaindra, maka pemakaiannya pun harus tepat. Untuk mempergunakan kata-kata itu dengan tepat, perlu pengetahuan yang mantap mengenai makna yang tepat. Coba cari makna yang tepat bagi kata-kata yang disebut di atas dalam Kamus Umum /Kamus Besar Bahasa Indonesia.
***
Tugas Latihan
Deskripsikan bagaimana kata-kata yang menyatakan penglihatan berikut:melihat, mencelik, memandang, menengok, menoleh, menengadah, menatap, menentang, meninjau, menilik, menonton, mengawasi, melengos, melirik, membelalak, mendongak, mengerling, mendelik, melotot.






Gabung dalam percakapan